Bola Panas Kebijakan Kenaikan Tarif PPN 12%

Rabu, 27 Mar 2024

JAKARTA. Bola panas kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% di tangan Presiden Joko Widodo. Pemerintahan Jokowi, sebagai pembuat kebijakan, diminta segera mengambil keputusan atas tarif PPN yang berlaku paling lambat 1 Januari 2025. Anggota Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran Dradjad Wibowo menyebut, kebijakan PPN adalah kewenangan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan jajarannya. Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 juga masih disusun pemerintahan Jokowi. "Pak Prabowo belum memiliki kewenangan fiskal sekarang. Jadi jangan membuat narasi seolah-olah PPN 12% itu kuncinya di Pak Prabowo," kata Dradjad kepada KONTAN, Selasa (26/3). Menurut Drajat, pemerintahan saat ini harus mencantumkan target penerimaan negara APBN 2025 yang salah satunya bersumber dari PPN.

Maka, pemerintahan saat ini harus segera memastikan tarif PPN jadi berlaku atau ditunda agar target penerimaan jelas serta postur belanja dan pembiayaan defisit terancang dengan baik. "Jangan nanti ada 'lubang' gara-gara ketidakpastian tarif PPN," imbuh Dradjad. Dalam postur penerimaan , PPN punya sumbangan lumayan tebal hingga 40% dari penerimaan pajak. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya bilang implementasi PPN 12% akan mengikuti aturan yang ada serta fatsun (sopan santun) politik yang dijalankan pemerintahan baru. Maka, target anggaran RAPBN 2025 menyesuaikan dan mempertimbangkan kondisi itu. Jika memang tarif PPN tetap 11%, target anggaran di RAPBN 2025 akan disesuaikan. "Kalau target penerimaan di-adjust dengan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (tarif 12%), juga akan dibahas," ujar Sri Mulyani dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR, pekan lalu.

Tutum Rahanta, Ketua Dewan Penasehat Hippindo kepada jurnalis KONTAN Titis Nurdiana menyebut, pengusaha keberatan dengan kenaikan PPN 12%. Lantaran PPN langsung berhubungan dengan konsumsi masyarakat. "Toh, di pasal PPN dalam UU Harmonisasi Perpajakan, tarif 5% hingga maksimal 15%. Ada ruang pemerintah tidak menaikkan, bahkan menurunkan," sebut Tutum. Namun, Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai penerapan PPN 12% pada 2025 tidak perlu ditunda. Ini karena kenaikan tarif PPN perwujudan keberlanjutan kebijakan Jokowi. Apalagi kenaikan PPN adalah hasil kesepakatan bersama antara pemerintahan Jokowi dan koalisi pendukung pemerintah di DPR RI di 2021. "Jadi kalau kemudian pemerintahan Prabowo-Gibran membatalkan, menunda kenaikan tarif PPN, bertolak belakang dengan narasi keberlanjutan didengungkan saat Pilpres," ujar Fajry, (26/3).

Pemerintah baru bisa belajar dari keberhasilan pemerintahan Jokowi dalam menaikkan tarif PPN dari 10% menjadi 11% pada April 2022. Indonesia juga bisa berkaca dari Singapura yang berhasil mengerek tarif goods and service tax (GST) berturut-turut di 2023 dan 2024. "Dengan pengelolaan yang baik, kenaikan tarif tak jadi masalah bagi ekonomi atau inflasi. Di sisi lain, ada tambahan penerimaan signifikan," jelas dia. Jika kenaikan tarif PPN 12% ditunda, pemerintahan baru membutuhkan sumber penerimaan baru untuk memenuhi janji politik. Direktur Eksekutif Indonesia Economic Fiscal (IEF) Research Institute Ariawan Rahmat menyarankan pemerintah menunda kenaikan tarif PPN 12% di 2025 karena menekan daya beli masyarakat. "Jangan memaksakan untuk mendongkrak penerimaan, hak rakyat untuk punya rumah misalnya atau produk lainnya menjadi tertunda," ucap Ariawan, kemarin.

Sumber : Kontan 27 Maret 2024

 


One Line News

Investalearning.com
Admin (Online)