Perekonomian Indonesia Rentan Tepercik Minyak

Kamis, 18 Apr 2024

JAKARTA. Belum sepenuhnya pulih, perekonomian Indonesia berpotensi tertekan lagi. Kali ini, sumber persoalannya adalah situasi geopolitik di Timur Tengah yang kian memanas, setelah Iran mengirimkan ratusan rudal dan pesawat tak berawak ke Israel, pada Sabtu (13/4) malam. Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai serangan Iran kepada Israel berdampak serius bagi perekonomian Indonesia. Pertama, memicu lonjakan harga minyak mentah Indonesia menuju US$ 85,6 per barel atau naik 4,4% secara tahunan atau year on year (yoy). Sebagai negara penghasil minyak ketujuh terbesar di dunia, produksi dan distribusi minyak Iran bisa terpengaruh dan menyebabkan harga minyak global melonjak tajam. Harga minyak global yang melonjak tersebut akan berimbas ke Indonesia dan menyebabkan pelebaran subsidi energi hingga pelemahan kurs rupiah lebih dalam. "Bagi APBN artinya ada kemungkinan penambahan belanja subsidi energi tahun ini atau dikhawatirkan BBM subsidi akan disesuaikan harga dan kuotanya," kata Bhima kepada KONTAN, Rabu (17/4). Kedua, konflik yang memanas ini akan menyebabkan keluarnya aliran investasi asing dari negara berkembang karena meningkatnya risiko geopolitik. Di sisi lain, investor juga akan mencari aset yang aman baik dari emas dan dolar AS. Proyeksi Bhima, rupiah bisa melemah hingga Rp 17.000 per dolar AS.

Ketiga, kinerja ekspor Indonesia ke Timur Tengah, Afrika dan Eropa akan terganggu, sehingga bisa menyebabkan pertumbuhan ekonomi akan melambat. Bhima memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa terperosok menjadi 4,6% hingga 4,8% pada tahun ini, jauh dari target pemerintah di APBN 2024 yang sebesar 5,2%. Keempat, konflik itu akan mendorong inflasi karena naiknya harga energi. Meningkatnya inflasi akan semakin menekan daya beli masyarakat. Selain itu, rantai pasok global terganggu dan membuat produsen harus cari bahan baku dari tempat lain. Alhasil, biaya produksi naik dan harga-harga menjadi mahal. Kelima, suku bunga tinggi akan bertahan lebih lama bahkan ada risiko suku bunga naik. Bhima memprediksi Bank Indonesia akan menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin (bps) untuk mengendalikan rupiah.

Kendalikan inflasi

Ekonom Center of Reform on Economic (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai, langkah cepat untuk menghindari dampak konflik adalah segera menstabilkan nilai tukar rupiah. Sebab, pelemahan rupiah terus-menerus akan memicu inflasi, terutama imported inflation. Ketika inflasi impor terkerek, maka beberapa komoditas di dalam negeri pun akan ikut terdampak. Tak hanya itu, bahan baku industri yang berasal dari impor, akan terkena imbas pelemahan nilai tukar tersebut. Ramalan Yusuf, konflik kedua negara tersebut akan mengerek inflasi Indonesia hingga 1% year to date (ytd). Bahkan, jika akhirnya pemerintah melakukan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) karena kenaikan harga minyak global, maka akan menyumbang inflasi sekitar 1,5% sampai 2% ytd. Namun, Ekonom Bank Permata Josua Pardede melihat eskalasi konflik geopolitik ini akan tetap terbatas. Sebab, pemerintah Israel belum menyimpulkan tanggapannya terhadap serangan Iran. Sementara itu, pemerintah Iran telah mengeluarkan beberapa pernyataan yang bertujuan untuk mencegah konflik ini meningkat melebihi posisinya saat ini. Terakhir, Amerika Serikat, pendukung utama Israel, telah menyarankan untuk tidak membalas serangan tersebut. "Dengan perkembangan ini, diperkirakan harga minyak akan kembali ke level di bawah US$ 90 per barel ke depannya," kata Josua.

Sumber : Kontan 18 April 2024


One Line News

Investalearning.com
Admin (Online)