Kobol-Kobol Subsidi Energi Saat Harga Tinggi

Selasa, 16 Apr 2024

JAKARTA. Beban berat membayangi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) pada tahun ini. Jika konflik di Timur Tengah berlanjut, yang disulut ketegangan Iran dan Israel, kondisi ini bakal mengerek harga minyak mentah di pasar global. Ujung-ujungnya, lonjakan harga minyak mentah bakal mengerek belanja negara, terutama untuk menambal subsidi dan kompensasi energi. Alhasil, defisit anggaran berpotensi membengkak. Padahal pemerintah juga telah memperkirakan defisit akhir tahun 2024 bergerak ke kisaran 2,8% dari produk domestik bruto (PDB) dari target awal 2,29% PDB akibat banyaknya bantuan sosial (bansos) yang diguyur pada tahun ini. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji memperkirakan ketegangan Iran dan Israel berpotensi menyulut minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) ke US$ 100 per barel. Angka ini lebih tinggi US$ 18 per barel dari asumsi ICP di APBN 2024 sebesar US$ 82 per barel. Mengacu analisis sensitivitas APBN 2024 terhadap perubahan asumsi dasar ekonomi makro, setiap kenaikan ICP US$ 1 per barel, maka akan menambah pendapatan negara Rp 3,3 triliun. Dengan asumsi yang sama, belanja negara pun akan melonjak hingga Rp 9,2 triliun. Alhasil, ada tambahan defisit anggaran Rp 5,8 triliun dari kenaikan ICP tersebut.

"Setiap kenaikan ICP US$ 1 per barel akan berefek pada kenaikan subsidi sekitar Rp 1,8 triliun dan kompensasi Rp 5,3 triliun. Jadi sangat besar kompensasinya," ungkap Tutuka, Senin (15/4). Dus, skenarionya apabila ICP naik menjadi US$ 100 per barel dengan kurs Rp 15.900 per dolar AS, maka subsidi dan kompensasi bahan bakar minyak (BBM) akan menyentuh Rp 249,86 triliun, melompat dari asumsi APBN 2024 sebesar Rp 160,91 triliun. Bukan hanya itu, subsidi elpiji tabung 3 kilogram (kg) juga menanjak ke Rp 106,28 triliun dari asumsi APBN Rp 83,27 triliun. Secara total, pemerintah perlu menambah anggaran subsidi dan kompensasi BBM dan elpiji 3 kg tahun ini sekitar Rp 111,96 triliun dari alokasi awal. Jika skenario ICP melonjak ke US$ 110 per barel dengan kurs Rp 15.900 per dolar AS, maka subsidi dan kompensasi BBM akan menembus Rp 287,24 triliun. Sementara subsidi elpiji tabung 3 kg naik menjadi Rp 116,97 triliun. Sehingga pemerintah perlu menambah anggaran subsidi dan kompensasi BBM dan elpiiji 3 kg sekitar Rp 160,03 triliun dari alokasi awal.

Ekonomi merosot

Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro juga sepakat, memanasnya konflik Iran - Israel berpeluang mengerek harga ICP menjadi US$ 100 per barel. Ia memperkirakan subsidi energi akan membengkak akibat kenaikan harga minyak, kecuali pemerintah membuka opsi menaikkan harga BBM. "Namun jika melihat kemampuan daya beli masyarakat dan potensi risiko yang dapat ditimbulkan, pilihan menaikkan harga BBM kemungkinan menjadi opsi terakhir," ungkap dia, kemarin. Ekonom Universitas Indonesia Bambang Brodjonegoro memperkirakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa turun menjadi 4,8%-4,6% akibat konflik di Timur Tengah. Angka ini lebih rendah dibandingkan target pemerintah sebesar 5,2% pada 2024. Menteri Keuangan periode 2014 - 2016 itu menyebutkan, eskalasi konflik Iran - Israel menyebabkan gangguan eksternal dan mengerek inflasi. Dampaknya, konsumsi masyarakat sebagai tumpuan PDB, akan terganggu. Meski begitu, Bambang melihat masih ada harapan ekonomi Indonesia tahun ini tumbuh 5%. Satu-satunya asa untuk memacu ekonomi adalah melalui konsumsi domestik saat penyelenggaraan pemilihan daerah (Pilkada) pada November mendatang. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengakui, konflik Iran - Israel juga akan menimbulkan gangguan pada rantai pasokan melalui Terusan Suez yang akan berefek langsung pada kenaikan biaya kargo. Pemerintah berupaya menangkal kemungkinan buruk. "Kita akan menyiapkan sejumlah kebijakan strategis untuk memastikan agar perekonomian nasional tidak terdampak lebih jauh," tegas dia.

Sumber : Kontan 16 April 2024

 


One Line News

Investalearning.com
Admin (Online)