Menadah Saham Saat Investor Asing Keluar dari Pasar

Senin, 29 Apr 2024

JAKARTA. Keputusan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia 23-24 April, yang menaikkan bunga acuan (BI rate) 25 basis poin menjadi 6,25% nampaknya menambah tekanan jual saham emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) rontok ke posisi 7.076,15 akhir pekan lalu. Alih-alih berjuang dari tekanan penurunan nilai tukar rupiah, IHSG malah semakin menjauh meninggalkan rekor level tertinggi pada 29 Maret silam yakni di posisi 7.288,81. Deputy Head of Research Sinarmas SekuritasIke Widiawati menyebut, keputusan BI menaikkan bunga di luar ekspektasi pasar. Namun kebijakan ini dilakukan BI demi menjaga stabilitas nilai tukar rupiah yang tertonjok otot dolar merika Serikat (AS). Dus, aksi jual bersih alias net sell asing tidak terhindarkan. Dana asing senilai Rp 3,45 triliun hengkang dari pasar keuangan hingga Jumat (26/4) pekan lalu, pasca kenaikan BI rate. Beruntung, secara total sejak awal tahun 2024, investor asing masih mencetak net buy Rp 7,62 triliun. Mengutip data Bloomberg, saham-saham perbankan mendominasi target jual di sejumlah broker asing. UBS Sekuritas Indonesia, broker asing dengan nilai transaksi tertinggi di Indonesia yakni hingga Rp 112,12 triliun, sepanjang 24-26 April 2024 melego PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dengan net sell tertinggi, Rp 595,25 miliar (lihat infografik). Tak berbeda, Maybank Sekuritas Indonesia mencatatkan net sell BBRI Rp 660,54 miliar menjadi yang terbesar, diikuti penjualan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) senilai Rp 198,17 miliar.

Profil kredit BBRI mayoritas segmen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) menjadi pencetus aksi jual itu. Saat suku bunga naik, dikhawatirkan penyaluran kredit menurun karena beban bunga yang ditanggung nasabah akan naik, sebut Reza Priyambada, Investment Consultant Reliance Sekuritas Indonesia, Minggu (29/4) kemarin. Tak hanya saham bank, Maybank juga melego saham PT Astra Internasonal Tbk (ASII) dan PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) sebagai jajaran lima besar saham yang dilepas. Maximilianus Nico Demus, Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas menyebut bahwa kenaikan suku bunga acuan memberikan tekanan terhadap saham-saham yang memiliki korelasi positif terhadap tingkat suku bunga serta IHSG. Dan ASII terpapar dengan kenaikan suku bunga. Teguh Hidayat pengamat pasar modal sekaligus Direktur Avere Investama Teguh Hidayat menjelaskan, kenaikan suku bunga acuan berdampak pada emiten sektor otomotif serta properti. "Penjualan properti dan otomotif banyak dilakukan lewat skema kredit. Saham properti turun banyak setahun terakhir. Salah satu sebab, BI rate naik dari tahun 2022 di level 3,50%, kini sudah menjadi 6,25%, ujarnya.

Teguh memprediksi dana asing bakal datang lagi, saat rupiah sudah kembali menguat di bawah level psikologis Rp 16.000 per dollar AS. Dia merekomendasikan beli untuk saham BBRI dan ASII karena keduanya diprediksi akan kembali menguat ke posisi Rp 6.000 per saham. Nafan Aji Gusta, Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas mengingatkan, tekanan jual membuat harga saham murah. Jangka pendek, Nafan merekomendasikan accumulative buy saham BBCA, BMRI, ISAT dengan target harga terdekat masing-masing Rp 10.000, Rp 6.950 dan Rp 11.350. Ia menyarankan accumulative buy UNTR dengan target harga terdekat di Rp 24.900. Lalu, saham TOWR, NCKL dan MDKA dengan target harga di Rp 14.900, Rp 1.020 dan Rp 2.720. Adapun Teguh melihat BBCA belum saatnya dibeli. Layak dibeli, saat harga turun ke level Rp 8.000 - Rp 8.500-an dengan potensi kenaikan harga Rp 10.000 per.

Sumber : Kontan 29 April 2024

 


One Line News

Investalearning.com
Admin (Online)