Bisnis, JAKARTA — Aturan mengenai super lender atau entitas yang memberikan pendanaan dalam jumlah besar di bisnis peer-to-peerlending, bakal membuat pemilik dana akan melakukan diversifikasi penyaluran pembiayaan.
Pada 4 Juli 2022, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merilis Peraturan OJK No. 10 Tahun 2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI). Dalam Pasal 26 disebutkan penyelenggara wajib memenuhi ketentuan batas maksimum pendanaan kepada setiap penerima dana sebesra Rp2 miliar. Selain itu, penyelenggara wajib memenuhi ketentuan batas maksimum pemberi dana dan afiliasinya paling banyak 25% dari posisi akhir pendanaan pada akhir bulan. “Setiap platform yang masih mengandalkan super lender pun harus bersiap menggelar strategi diverifikasi pemberi pinjaman,”ujar Direktur Eksekutif Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Kuseryansyah. Dia menuturkan AFPI mengapresiasi langkah OJK dengan menerbitkan regulasi anyar bagi pemai industri teknologi finansial peer-to-peer (P2P) lending. Akan tetapi, katanya sejumlah anggota masih kesulitan memenuhi beberapa aturan teknis dalam regulasi penyelenggaraan tersebut. Oleh sebab itu, Kus menekankan bahwa para anggota AFPI yang mengalami hambatan untuk memenuhi beberapa ketentuan, atau memiliki ‘curahan hati’ tertentu karena belum siap menerapkan aturan baru, lebih baik secepatnya berdiskusi dengan OJK. “POJK terbaru ini melengkapi aturan terdahulu. Ada yang sifatnya mendetailkan, tapi ada juga yang benar-benar baru karena sebelumnya belum ada. Rencananya, awal minggu depan akan ada sosialisasi dari OJK, dan di sana pemain bisa mengungkap apa saja hambatannya,” katanya, Jumat (22/7). Sekretaris Jenderal AFPI yang juga CEO dan Co-Founder Dompet Kilat Sunu Widyatmoko menyatakan pelaku bisnis akan melakukan disuksi intensif dengan OJK terkait dengan kendalakendala penerapan aturan anyar dalam waktu dekat. Menurutnya, pelaku usaha akan mencoba bicara dengan OJK agar ada tenggat untuk beberapa poin aturan yang notabene sulit dipenuhi secara mendadak, juga memberikan perbedaan antara pemain existing dengan pemain baru yang nantinya akan masuk selepas moratorium perizinan baru platform P2P lending telah dicabut. “Pasti ada saja keraguan atau keberatan dari beberapa pemain, tapi pada prinsipnya aturan ini meningkatkan governance industri, sehingga AFPI terus melihatnya dari aspek positif,” katanya.
Dia menuturkan aturan baru yang diterbitkan OJK untuk memperkuat regulasi sebelumnya yang masih belum mencakup perkembangan bisnis. “Aturan baru diperlukan karena aturan yang lama memang dibuat sangat minimalis, di mana ketika itu tujuannya supaya memberi ruang industri berkembang terlebih dahulu,” katanya. Sementara itu, CEO Mekar Pandu Aditya Kristy menuturkan penyelenggara tekfin pendanaan menggunakan algoritma, kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). Algoritma ini dapat meningkatkan kualitas penilaian kredit atau credit scoring untuk mengukur risiko kredit dari calon peminjam yang tidak memiliki riwayat kredit. Seluruh proses pengajuan pinjaman dari borrower maupun pemberian pendanaan dari lenderdilakukan secara digital. “Dengan demikian kami lebih fleksibel menjangkau masyarakat yang selama ini belum terlayani akses keuangan konvensional seperti perbankan dan lembaga keuangan lainnya. Dengan demikian fintech pendanaan dapat berkontribusi nyata bagi peningkatan inklusi keuangan melalui teknologi digital,” kata Pandu. Pandu menambahkan dengan keunggulan industri tekfin pendanaan yang menggunakan teknologi digital ini, penyelenggara telah bekerja sama dengan sejumlah lembaga keuangan seperti bank. Berdasarkan data OJK per Mei 2022, tekfin pendanaan telah bekerja sama dengan lembaga jasa keuangan senilai Rp2,58 triliun melalui 234 rekening pemberi pinjaman. Angka ini jauh lebih tinggi dari posisi Mei 2021 yang masih senilai Rp 1,12 triliun dari 54 rekening pemberi pinjaman. Nilai outstanding penyaluran pinjaman dari industri tekfin pendanaan per Mei 2022 mencapai Rp40,17 triliun atau meningkat 54,14% dibandingkan dengan posisi Mei 2021 yang masih Rp 21,74 triliun. Adapun penyaluran pendanaan ke sektor produktif, sepanjang Januari hingga Mei 2022, tercatat sebesar Rp44 triliun atau rata-rata 50,6% dari total penyaluran.
Sumber: Bisnis Indonesia (26 Juli 2022)
Saham | 07-10-2021 | 08-10-2021 | (+/-) |
---|---|---|---|
ASII | 5,700.00 | 5,900.00 | 3.389% |
BBCA | 35,800.00 | 36,450.00 | 1.783% |
UNVR | 4,830.00 | 4,760.00 | -1.47% |