Bisnis, JAKARTA — Peralihan pembangkit listrik tenaga diesel PLN menjadi energi baru terbarukan akan dipercepat seiring dengan potensi membengkaknya biaya pokok produksi akibat reli kenaikan harga minyak mentah dunia sejak awal 2022.
Vice President Komunikasi Korporat PT Perusahan Listrik Negara (Persero) atau PLN Gregorius Adi Trianto mengatakan upaya konversi pembangkit melalui peralihan menjadi pembangkit EBT, penggantian PLTD existing dengan pembangkit gas, dan penggantian PLTD dengan melakukan koneksi sistem-sistem isolated ke grid PLN. “Untuk konversi PLTD ke pembangkit EBT tersebut akan dilaksanakan secara bertahap. Pada tahap pertama dilakukan pada PLTD dengan total kapasitas 212 Megawatt [MW] yang akan di hybrid dengan pembangkit listrik tenaga surya [PLTS] dan baterai sehingga sistem setempat dapat beroperasi selama 24 jam,” ujar Greg saat dihubungi, Selasa (12/7). Total kapasitas terpasang PLTS di tahap pertama ini dapat mencapai sekitar 350 MW sehingga bisa berkontribusi dalam peningkatan bauran energi terbarukan dan penambahan kapasitas terpasang pembangkit EBT secara nasional. Pada tahap kedua, PLN akan melakukan konversi PLTD sisanya dengan kapasitas sekitar 287 MW dengan pembangkit EBT lainnya, sesuai dengan potensi sumber daya alam yang tersedia daerah setempat dan juga pertimbangan keekonomian yang terbaik. PLN juga akan melakukan konversi dengan melakukan penggantian PLTD dengan pembangkit gas dan juga lewat interkoneksi sistem-sistem isolated yang selama ini ditopang PLTD menjadi terkoneksi ke grid. “Pelaksanaan pengadaan sebagian program telah mulai dilaksanakan dan akan beroperasi bertahap guna mendukung peningkatan bauran EBT nasional,” tuturnya.
Sebelumnya, Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo membeberkan biaya pokok produksi atau BPP listrik berbasis diesel sempat menyentuh di angka Rp23 triliun saat rencana kerja dan anggaran perusahaan atau RKAP menetapkan harga minyak mentah Indonesia atau ICP sebesar US$63 per barel. “Harga minyak mentah saat ini sudah di atas US$110 per barel, ada dampak pada kenaikan ongkos kami yaitu per dolar per barelnya dampaknya US$500 biaya operasional. Maka, kenaikkan US$40 sampai US$45 akan berdampak pada Rp20 triliun hingga Rp23 triliun untuk BPP kami,” katanya belum lama ini. Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2021—2030, perusahaan energi pelat merah itu telah menetapkan rencana pengembangan pembangkit listrik tenaga diesel konversi dalam kurun waktu 5 tahun. Pembangkit berbasis bahan bakar minyak itu akan dipensiunkan secara bertahap. Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Surya Darma mengatakan proyek konversi PLTD menjadi EBT pada tahap pertama dengan kapasitas terpasang sekitar 350 megawatt (MW) tidak menarik bagi pengembang listrik bersih. Surya beralasan harga jual listrik yang dihasilkan dari pembangkit berbasis EBT relatif tidak kompetitif jika dibandingkan dengan pembangkit listrik yang saat ini digunakan oleh PLN seperti diesel. Sementara itu, proses pengerjaan pembangkit berbasis EBT relatif memakan waktu dan biaya investasi yang besar. “Dari sisi harga mengacu pada Permen 50/2017 pasti tidak menarik, karena sekarang kan pakai diesel dan energi yang lain itu kan dapat subsidi, sementara EBT tidak dapat subsidi tidak akan masuklah,” kata Surya. Surya mengatakan sebagian besar investor masih menanti revisi Peraturan Presiden (Perpres) tentang tarif pembelian tenaga listrik energi baru dan terbarukan (EBT) untuk dapat menentukan arah belanja terkait dengan peluang percepatan konversi PLTD tersebut. Di sisi lain, Surya menuturkan, PLN sudah mengantongi sejumlah nama perusahaan yang bakal ikut mengembangkan program konversi PLTD untuk berbasis EBT. Hanya saja, dia enggan memerinci, ihwal perkembangan proses lelang salah satu proyek strategis perusahaan listrik pelat merah tersebut. “Kelihatannya sudah ada, PLN sudah mendata nanti cek saja ke PLN statusnya seperti apa.”
Sumber: Bisnis Indonesia (13 Juli 2022)
Saham | 07-10-2021 | 08-10-2021 | (+/-) |
---|---|---|---|
ASII | 5,700.00 | 5,900.00 | 3.389% |
BBCA | 35,800.00 | 36,450.00 | 1.783% |
UNVR | 4,830.00 | 4,760.00 | -1.47% |