Terpantik Harga Komoditas

Rabu, 22 Jun 2022

Pesta kenaikan harga komoditas atau commodity booming cepat atau lambat akan berakhir. Akankah kondisi ini memacu penerapan bursa karbon dan instrumen pengendalian emisi lainnya dengan lebih cepat di Indonesia?

 

Pada  era  pascapandemi  ketika  ekonomi  memantul  dari  kejatuhannya,  upaya  mencapai  target  nol  emisi  karbon  yang  berkejaran  dengan  waktu  dihadapkan  pada  paradoks  baru.  Lonjakan  kebutuhan  energi  fosil  yang  menerbangkan  harga  komoditas. Bahkan,  negara-negara  Barat  yang  paling  vokal  menyerukan  transisi  energi,  kini  merapat  ke  Indonesia  demi  mendapat  jatah  batu  bara  untuk  kebutuhan  musim  dingin.  Kondisi  ini  telah  diakui  secara  luas  sebagai  blessingindisguise  bagi  Indonesia  yang  kaya  sumber  daya. Hasan  Fawzi,  Direktur  Pengembangan  Bursa  Efek  Indonesia  (BEI)  menyematkan  pandangan  optimistis  mengenai  situasi  ini,  bahwa  aliran  ekspor  dari  lonjakan  harga  komoditas  bakal  memberi  Indonesia  bahan  bakar  untuk  mempercepat  upaya  iklimnya. Hal  itu  tentu  saja  dengan  catatan  bahwa  pemerintah  dan  sektor  swasta  tidak  kemudian  gelap  mata  dan  melupakan  investasi  berkelanjutan.  Bursa  karbon,  bersama  dengan  instrumen  lain  seperti  pajak  karbon,  berada  di  jantung  utama  dari  upaya  tersebut. “Kami  harapkan  ada  percepatan,  karena  ada  berkah  commoditybooming.  Sekalipun  ada  perubahan  yang  seolah-olah  tertangkap  sebagai  inkonsistensi,”  kata  Hasan  dalam  sebuah  webinar,  Senin  (20/6). Sementara  itu,  perdagangan  emisi  telah  lazim  di  beberapa  belahan  dunia,  perlu  diakui  bahwa  bursa  karbon  di  Indonesia  masih  dalam  tahap  awal  persiapan.  Peta  jalannya  diatur  dalam  Peraturan  Presiden  No.98/2021  tentang  Nilai  Ekonomi  Karbon.

Setidaknya  ada  lima  sektor  yang  bakal  dikenakan  batas  atas  emisi,  yakni  energi,  limbah, industrialprocessesandproductuse  (IPPU),  pertanian,  dan  kehutanan. Setelah  regulasi  induk  tersebut  diteken  pada  2021,  tahun  ini  pemerintah  dijadwalkan  menyusun  sejumlah  elemen  penting  seperti  sertifikat  pengurangan  emisi  (SPEI),  sistem  registrasi  nasional  (SRN),  mekanisme measurement, reporting, verification  (MRV),  resultbasedpayment  (RBP),  dan  lain  sebagainya. Selanjutnya  pada  2023,  pemerintah  bakal  mengembangkan  infrastruktur  bursa  karbon.  Dalam  Perpres  No.98/2021  disebutkan  bahwa  bursa  karbon  akan  mulai  digelar  pada  2024.  Adapun,  Undang-Undang  No.7/2021  tentang  harmonisasi  peraturan  perpajakan  (HPP)  menargetkan  satu  tahun  lebih  lambat  pada  2025. Beleid  tersebut  memang  belum  mengatur  secara  pasti  lembaga  mana  yang  berhak  menyelenggarakan  bursa  karbon  dua  tahun  ke  depan. Luthfi    Zain  Fuady,  Kepala  Departemen  Pengawasan  Pasar  Modal  1A  Otoritas  Jasa  Keuangan  (OJK)  menggarisbawahi  harmonisasi  regulasi  sebagai  pekerjaan  rumah  penyelenggaraan  bursa  karbon. Sejauh  ini  penggodokan  regulasi  bursa  karbon  menyoroti  sejumlah  isu,  antara  lain  karakteristik  nilai  ekonomi  karbon  sebagai  instrumen  yang  diperdagangkan,  peran  lembaga  kliring  dan  penyimpanan  (LKP)  dan  lembaga  penyimpanan  dan  penyelesaian  (LPP),  serta  peran  kementerian  dan  lembaga  di  pasar  primer  maupun  sekunder. “Juga  sejauh  mana  infrastruktur  perdagangan  BEI  dapat  mengakomodir  perdagangan  karbon,”  ujarnya. Pandu  Sjahrir,  Vice  President  Director  PT  TBS  Energi  Utama  Tbk.  (TOBA)  mengatakan  21  persen  dari  2.000  perusahaan  publik  terkemuka  dunia  telah  mengumumkan  komitmen  nol  emisi  mereka.  Hal  itu  mencerminkan  potensi  pasar  dan  permintaan  yang  tinggi  dari  bursa  karbon. Permintaan  karbon  offset diproyeksikan  akan  meningkat  hingga  1.235  juta  ton  per  tahun  pada  2040  vs  41  juta  ton  per  tahun  pada  2020.  Namun,  jalan  panjang  masih  terbentang  mengingat  faktanya,  85  persen  emisi  karbon  tidak  masuk  sistem  perdagangan  karbon  sejauh  ini. “Indonesia  ada  potensi  menjadi market  karbon  paling  besar  di  dunia,  karena  land  kita  salah  satu  yang  paling  besar,  posisi  kita  sudah  strategis,”  jelasnya.

Menteri  Koordinator  Bidang  Perekonomian  Airlangga  Hartarto  mendorong  BEI  untuk  segera  mempersiapkan  infrastruktur,  perangkat,  dan  instrumen  terkait  perdagangan  karbon. Penguatan  fundamental  ini  akan  mendorong  peluang  untuk  berebut  pasar  pembiayaan  hijau  sehingga  memacu  proses  transisi  ekonomi  hijau  lebih  cepat  dan  efektif. “Bursa  Efek  Indonesia  secara  khusus  perlu  dipersiapkan  untuk  terlibat  dalam  transaksi  perdagangan  karbon  guna  membiayai  transisi  pembangkit  listrik  tenaga  batu  bara  serta  mengadopsi  prinsip-prinsip  environment, social,  dan  governance,”  kata  Airlangga. Pada  Juli  mendatang,  Indonesia  berencana  menerapkan  skema cap-trade-tax,  khusus  untuk  pembangkit  listrik  berbahan  bakar  batu  bara.  Dengan  skema  tersebut,  pembangkit  listrik  tenaga  batu  bara  dengan  proses  yang  tidak  efisien  atau emisi  yang  lebih  tinggi  dari  batas  atas,  akan  dikenakan  pajak  tambahan. Selain cap-trade-tax,  dikenal  pula  skema  baseline  and  crediting.  Jika  cap-trade-tax  mencakup  industri  di  sektor  tertentu  dengan  batas  atas  emisi  yang  ditetapkan,  skema  baseline  and  crediting  dapat  diikuti  semua  perusahaan  dengan  unit  karbon  yang  diperdagangkan  bernama  carboncredit. Skema captrade  dan  carboncredit  menjadi  pilihan  untuk  diterapkan  di  sektor-sektor  lain  kemudian  hari.  Namun,  diperlukan  pertukaran  informasi,  pengalaman,  serta  peningkatan  SDM  dan  teknologi  guna  mewujudkan  reformasi  nilai  ekonomi  karbon  yang  lebih  baik. “Efektivitas  berbagai  kebijakan  untuk  mengurangi  emisi  karbon  membutuhkan  dukungan  semua  pihak  terutama  juga  para  cendekia  yang  sangat  ditunggu  masukannya  guna  memperbaiki  kebijakan  ataupun  menyempurnakan  regulasi  yang  akan  dikeluarkan  pemerintah,”  ujarnya.

 

Sumber: Bisnis Indonesia (22 Juni 2022)


One Line News

Investalearning.com
Admin (Online)