Dana Pemda Rp 191 Triliun Mengendap di Perbankan

Selasa, 21 Jun 2022

JAKARTA – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencatat, dana pemerintah daerah (pemda) di perbankan masih cukup tinggi, mencapai Rp 191,58 triliun per 30 April 2022. Mayoritas simpanan pemda di bank berbentuk giro sebesar Rp 136,81 triliun, deposito Rp 49,75 triliun, dan tabungan Rp 5,02 triliun.

Direktur Jenderal Bina Keuang an Daerah Kemendagri Agus Fatoni mengatakan, besaran dana pemda yang "parkir" di bank juga dipengaruhi oleh besaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan pendapatan yang sudah masuk. "Kami imbau pemda segera merealisasikan belanja agar berdampak ke ekonomi daerah," ujar Agus dalam Rapat Koordinasi Percepatan Realisasi APBD Jakarta, Senin (20/6). Secara terperinci, berdasarkan kla sifikasi per provinsi maupun kabupaten dan kota, Provinsi DKI Jakarta membukukan simpanan tertinggi di bank, Rp 7,85 triliun, diikuti Provinsi Aceh Rp 6,53 triliun, Provinsi Jawa Barat sebesar Rp 6,5 triliun, Provinsi Jawa Timur sebesar Rp 5,96 triliun dan Provinsi Papua sebesar Rp 4,68 triliun. Sementara itu, provinsi dengan dana mengendap di bank terendah adalah Kepulauan Riau hanya Rp 351,36 miliar.  Kemudian berdasarkan kabupaten, dana mengendap di bank terbesar adalah Kabupaten Bojonegoro Rp 3,03 triliun, Kabupaten Bengkalis Rp 1,19 triliun, Kabupaten Kutai Timur Rp 1,128 triliun, Kabupaten Mimika Rp 1,12 triliun, dan Kabupaten Bekasi Rp 1,02 triliun. Sementara itu, untuk pemerintahan kota, yang terbesar adalah Cimahi Rp 1,64 triliun, Medan Rp 1,4 triliun, Malang Rp 1,25 triliun, Makassar Rp 1,09 triliun, dan Depok. Agus menggarisbawahi, dana simpanan pemda merupakan saldo simpanan berdasarkan lokasi bank-bank berada. Artinya, saldo simpanan pem da di perbankan suatu daerah bisa jadi tidak hanya milik dari pemda setempat, tetapi bisa pemda lainnya.

Lebih lanjut dia menyatakan, dana pemda di bank sebenarnya telah me miliki peruntukkan dalam APBD. Dengan demikian, dia berharap pemda segera membelanjakan dana itu agar dapat memberikan dampak ekonomi ke daerah terkait. Sebelumnya, pemerintah menargetkan alokasi anggaran dana alokasi khusus (DAK) dalam APBN 2023 se be sar Rp 182,3 triliun. Jumlah ini ter diri atas DAK fisik Rp 50,5 triliun dan DAK nonfisik Rp 129,7 triliun. “Indikasi total pagu DAK fisik 2023 turun 17% dibanding tahun 2022. Pe merintah daerah diharapkan bisa menggunakan DAK secara tepat sa saran, sehingga bisa mendorong per ekonomian daerah,” ujar Deputi Bi dang Pendanaan Pembangunan Kementerian PPN/Bappenas Scenaider Clasein Siahaan, belum lama ini. Scenaider mengatakan, ketersediaan anggaran DAK 2023 diperkirakan lebih rendah dari 2022. Oleh karena itu, penggunaan DAK harus lebih fo kus dengan menajamkan lokasi prioritas agar alokasi tidak tipis merata, namun fokus dan tuntas. Artinya, menu/ rincian kegiatan harus diarahkan pada tahapan penuntasan Dia menegaskan, DAK 2023 akan mengutamakan penyelesaian isu secara bertahap guna mempercepat pen capaian prioritas. Adapun arah ke bijakan rencana kerja pemerintah (RKP) yang didukung DAK adalah percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem, peningkatan kualitas sumber daya manusia, kesehatan, dan pendidikan, mendorong pemulihan usaha, ser ta percepatan pengembangan in frastruktur dasar seperti air bersih dan sanitasi. Penggunaan DAK, kata dia, juga memperhatikan keterkaitan kegiatan antara bidang/tematik dalam DAK fisik dan antar-DAK fisik dan nonfisik. Pemerintah daerah didorong untuk memperhatikan kesiapan pengusulan dan kapasitas pelaksanaan di daerah untuk eksekusi di 2023, agar penyerapan anggaran bisa optimal. Selain itu, perlu dipertimbangkan integrasi DAK dan belanja K/L, APBD non-DAK dan sumber pendanaan lainnya, termasuk swasta.

Sumber: Investor Daily (21 Juni 2022)


One Line News

Investalearning.com
Admin (Online)