JAKARTA – Surplus neraca perdagangan April 2022 senilai US$ 7,56 miliar yang merupakan surplus ke-24 kali secara beruntun adalah momentum yang harus terus dijaga. Agar tren surplus neraca perdagangan berlanjut, pemerintah mesti segera mencabut larangan ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan sejumlah produk turunannya.
Jika larangan ekspor CPO serta refined, bleached, and deodorized (RBD) palm oil, RBD palm olein, dan minyak jelantah (used cooking oil) tak segera dicabut, kinerja ekspor nasional bakal terganggu. Neraca perdagangan bisa kembali defisit, sehingga cadangan devisa bakal tergerus dan nilai tukar rupiah rentan terdepresiasi. Pelarangan ekspor CPO, RBD palm oil, RBD palm olein, dan minyak jelantah sejak 28 April 2022 bukan saja mematikan dunia usaha, memangkas penerimaan negara, dan menutup keran devisa, tapi juga menyengsarakan para petani sawit. Akibat kebijakan itu, harga tandan buah segar (TBS) sawit anjlok hingga 70%, sehingga 16 juta petani sawit kehilangan pendapatan Rp 11,7 triliun. Hal itu diungkapkan Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah, Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat ME Manurung, dan anggota Komisi IV DPR Daniel Johan secara terpisah di Jakarta, Selasa (17/5). Sementara itu, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Margo Yuwono mengakui, pelarangan ekspor CPO, RBD palm oil, RBD palm olein, dan minyak jelantah bisa berdampak pada kegiatan ekspor keseluruhan. “Kalau pelarangan ekspor CPO nggak dicabut, hal itu akan berdampak pada kinerja ekspor keseluruhan. Tetapi bagaimana dampak ke neraca perdagangan dan berapa turunnnya nanti kita lihat dalam rilis data bulan depan,” tutur Margo saat mengumumkan data ekspor-impor di Jakarta, Selasa (17/5).
Pemerintah resmi melarang ekspor CPO, RBD palm oil, RBD palm olein, dan minyak jelantah sejak 28 April 2022 hingga batas waktu yang belum ditentukan. Kebijakan itu diterbitkan menyusul terus bergejolaknya harga minyak goreng di dalam negeri sejalan dengan lonjakan harga CPO di pasar ekspor. Data BPS menunjukkan, meski pelarangan ekspor baru berlaku sejak 28 April, ekspor CPO pada April 2022 mengalami penurunan dibanding Maret 2022 (month to month/mtm), baik secara volume maupun nilai. Nilai ekspor CPO pada April 2022 turun 2,56% menjadi US$ 2,99 miliar, sedangkan dari sisi volume berkurang 1,93 juta ton atau 10,49% (mtm). “Jadi, ekspor CPO pada April 2022 turun, baik nilai maupun volumenya. Apakah terkait kebijakan larangan ekspor, itu harus dilihat lagi,” ujar Margo. Berdasarkan data BPS, neraca perdagangan mengalami surplus US$ 7,56 miliar pada April 2022, yang merupakan surplus ke-24 kalinya secara beruntun. Angka surpus neraca perdagangan April 2022 merupakan yang terbesar selama 24 bulan terakhir. (Lihat tabel) Nilai ekspor April 2022 mencapai US$ 27,32 miliar, naik 3,11% dibanding Maret 2022, sedangkan dibanding April 2021 melonjak 47,76%. Adapun nilai impor April 2022 mencapai US$ 19,76 miliar, turun 10,01% dibandingkan Maret 2022, tetapi meningkat 21,97% dibandingkan April 2021.
Menurut Direktur Riset Core Indonesia, Piter Abdullah, surplus neraca perdagangan pada April 2022 sesuai ekspektasi. “Yang di luar ekspektasi itu nilai surplus yang terus membesar, bahkan mencatat rekor tertinggi,” ujar Piter kepada Investor Daily di Jakarta, Selasa (17/5). Dia menjelaskan, rekor surplus neraca perdagangan bulan lalu didukung kinerja ekspor yang terus bertumbuh. Yang menggembirakan, pertumbuhan ekspor tidak hanya berasal dari sektor sumber daya alam (SDA) yang selama ini menjadi andalan, tetapi juga dari sektor manufaktur. Ekspor hasil tambang dan lainnya, kata Piter Abdullah, berkontribusi besar terhadap per tumbuhan ekspor dengan kenaikan yang mencapai 106,29%. “Pertumbuhan ekspor nonmigas dari sektor industri pengolahan juga menggembirakan, pada Januari–April 2022 naik 29,19% dibanding periode sama tahun 2021,” tutur dia.
Sumber: Investor Daily (18 Mei 2022)
Saham | 07-10-2021 | 08-10-2021 | (+/-) |
---|---|---|---|
ASII | 5,700.00 | 5,900.00 | 3.389% |
BBCA | 35,800.00 | 36,450.00 | 1.783% |
UNVR | 4,830.00 | 4,760.00 | -1.47% |