Industri Semen Butuh Alokasi Khusus

Rabu, 20 Apr 2022

Bisnis, JAKARTA — Tidak meratanya pasokan batu bara dengan harga khusus untuk industri menyebabkan kinerja ekspor sektor semen terus melorot. Pada kuartal pertama tahun ini, ekspor semen tercatat turun 25% secara tahunan.

Anjloknya  ekspor  semen  pada  3  bulan pertama tahun ini ditengarai akibat minimnya pasokan batu bara untuk  sejumlah  pabrik  semen  yang  ada  di  dalam  negeri.  Harga  khusus sebesar US$90 per metrik ton melalui skema domestic market obligation (DMO)  pun  dianggap  sia-sia karena sulitnya mendapatkan  emas  hitam  tersebut. Wakil  Ketua  Komisi  VI  DPR  RI  Eddy  Soeparno  mengatakan  bahwa  pihaknya  telah  mengusulkan  adanya  alokasi  khusus  batu  bara  untuk  industri  semen.  Hal  ini  dinilainya  akan  menjadi  jalan  keluar  dari  seretnya  pasokan  batu  bara  yang  sejak  tahun  lalu  menghambat  kinerja  ekspor  sektor  tersebut. “Nanti  setiap  produsen  semen  akan diminta untuk menyampaikan secara  resmi  kepada  Kementerian  ESDM  agar  mereka  diberikan  pengalokasian  tambahan,  agar  bisa mendapatkan batu bara DMO dengan harga DPO [Domestic Price Obligation] yang nilainya US$90,” kata  Eddy  saat  dihubungi  Bisnis, Selasa  (19/4). Dalam rapat dengar pendapat dengan PT Semen Indonesia (Persero) Tbk.  (SMGR),  terungkap  bahwa  kebutuhan batu bara untuk industri sepanjang  tahun  lalu  berkisar  7  juta ton. Namun, yang terpenuhi hanya  sekitar  5,5  juta  ton. Kekurangan  pasokan  sebesar  1,5  juta  ton  tersebut  pun  menyebabkan  sejumlah  lini  produksi  untuk  orientasi  ekspor  terpaksa  dihentikan. Kementerian Perindustrian mencatat kebutuhan batu bara untuk industri  semen  akan  meningkat  hingga  16,66  juta  ton.  Perusahaan  industri  yang  paling  banyak  kebutuhan  batu  baranya,  antara  lain Semen Indonesia, PT Semen Tonasa, dan PT Indocement Tunggal Prakarsa  Tbk.  (INTP).

Kebutuhan  batu  bara  dari  ketiga pabrikan semen tersebut pada tahun ini masing-masing mencapai  2,44  juta  ton,  2,16  juta  ton,  dan  1,63  juta  ton. Eddy  menjelaskan,  bahwa  saat  ini  industri  semen  masih  diliputi kondisi oversupply yang menahun dengan utilitas kapasitas  produksi  hanya  berkisar  60%.  Dia  berharap,  persoalan  pasokan batu bara dapat segera teratasi, sehingga industri dapat meningkatkan utilitas kapasitas produksinya. “Saat  ini  pertumbuhan  industri  semen  itu  tidak  diikuti  dengan permintaan, terjadi over kapasitas.  Jangan  juga  nanti  industri  semen  terbebani  lagi  dengan  membeli  bahan  bakar  dengan  harga  yang  mahal,”  katanya. Asosiasi  Semen  Indonesia  (ASI)  mencatat  kinerja  ekspor  semen  pada  kuartal  pertama  2022  sekitar  2,1  juta  ton  yang  terdiri dari 1,8 juta klinker dan sisanya  semen. Ketua  Umum  ASI  Widodo  Santoso  mengatakan  bahwa  kebijakan  harga  DMO  sebesar  US$90  per  metrik  ton  belum  berjalan  dengan  baik  meski  sudah  diberlakukan  sejak  November  2021. “Diharapkan  kuartal  kedua  kebijakan  DMO  untuk  komoditas  semen  yang  merupakan  kategori  10  barang  penting  untuk  kebutuhan pembangunan bisa tersuplai kebutuhan bahan bakar batu bara dengan  lancar  dan  harga  yang  sesuai  DMO,”  kata  Widodo. Untuk  mengatasi  melorotnya  kinerja semen, Widodo juga mengusulkan moratorium pembangunan pabrik baru hingga 2030. Hal itu dilakukan  untuk  menyelesaikan  persoalan oversupply semen,  di  mana kapasitas terpasang di dalam negeri mencapai 116 juta ton, sedangkan  permintaan  pada  tahun  lalu  hanya  sebanyak  67  juta  ton. “ASI sudah mengusulkan untuk pemberlakuan moratorium, karena sampai  dengan  2030  kebutuhan  semen  masih  bisa  mencukupi,”  ujarnya.

Selain menyebabkan utilitas kapasitas  produksi  industri  semen  tak maksimal, kondisi oversupply juga  menimbulkan  perang  harga  di  pasaran  yang  menyebabkan  persaingan  usaha  tidak  sehat. ASI  mencatat  ada  dua  pabrik  baru  beroperasi  pada  tahun  lalu,  yakni  Semen  Singa  Merah  dan  Semen  Grobogan.  Semen  Singa  Merah diketahui merupakan merek milik Jember Hongshi Cement yang merupakan perusahaan patungan Hongshi Holding Group asal China dengan PT Semen Imasco Asiatic Indonesia. Dihubungi  terpisah,  Deputi  Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal Badan Koordinasi dan  Penanaman  Modal  (BKPM)  Imam  Suyudi  mengatakan,  izin  kedua pabrik tersebut sudah terbit beberapa  tahun  silam. Dia  menggarisbawahi  bahwa  investasi baru pabrik semen rata-rata membutuhkan waktu hingga 2  tahun.  Selain  izin  awal,  masih  banyak perizinan yang dibutuhkan dan lahan yang cukup luas untuk bisa  mendirikan  pabrik. “Izinnya  [Semen  Singa  Merah  dan  Semen  Grobogan]  dari  2016  dan  2017,”  kata  Imam.

Sementara  itu,  Wakil  Ketua  Komisi  VII  DPR  RI  Eddy  Soeparno  mengatakan bahwa pihaknya telah mengusulkan kenaikan alokasi DMO batu  bara  dari  semula  25%  menjadi 30%. Bahkan, usulan tersebut telah  tercantum  dalam  Rancangan  Undang-Undang (RUU) Energi Baru dan  Terbarukan  atau  EBT. “Akan ada dedicated supply untuk industri  semen.  Ini  sudah  kami  sampaikan, beliau [Menteri ESDM] juga  sudah  menyetujui,  bahwa  secara  prinsip  itu  bisa  dilaksanakan,”  kata  Eddy. Secara terperinci, rencana penaikan DMO batu bara menjadi 30% tercantum pada Pasal 6 ayat 6 draftRUU EBT. Beleid tersebut menyebutkan bahwa untuk memastikan ketersediaan energi primer dalam pemanfaatan  pembangkit  listrik  tak  terbarukan,  penyediaan  batu  bara dilakukan dengan mekanisme DMO dan ketentuan minimal 30% dari  rencana  produksi.  Harganya  dipatok  paling  tinggi  US$70  per  ton dengan acuan batu bara kalori 6.322  kcl  per  kg. Meskipun  secara  teori  alokasi  DMO  25%,  kata  dia,  dalam  praktiknya  banyak  industri  yang  belum mendapatkan harga sesuai skema  tersebut  meskipun  telah  melakukan  tender  berkali-kali. Hal tersebut pun senada dengan yang  disampaikan  oleh  Direktur  Utama  Semen  Indonesia  Donny  Arsal dalam rapat dengar pendapat pada  pekan  lalu  yang  menyebut,  dari total produksi batu bara tahun lalu sebesar 665 juta ton, volume DMO-nya  sebesar  166  juta  ton. Dari jumlah tersebut, 77% atau sekitar  127  juta  ton  di  antaranya  sudah  terserap  untuk  kebutuhan  listrik PT PLN (Persero), sedangkan 23%  sisanya  diperebutkan  oleh  berbagai industri, termasuk semen. “Tidak ada dedicated bahwa kami pasti dapat, kalau di-matching PT A,  B,  C  kemana  [pasokannya],  sehingga  dapat  kepastian  bahwa  DMO-nya  akan  dialokasikan,”  kata  Donny.

Kementerian ESDM sebelumnya menyebut produksi batu bara dalam Rencana Kerja dan Anggaran Belanja  (RKAB)  tahun  ini  seluruhnya  sekira  1  miliar  ton.  Jika  DMO  dinaikkan  menjadi  30%,  maka volumenya menjadi sebesar 250  juta  ton. Sementara itu, kebutuhan batu bara  dalam  negeri  saat  ini  hanya  berkisar  180  juta  ton  hingga  190  juta ton. Lana Saria, Direktur Pembinaan  Pengusahaan  Batu  Bara  Kementerian ESDM, mengatakan kebutuhan  nasional  seharusnya  bisa  tercukupi  jika  setiap  perusahaan  batu  bara  memenuhi  kewajiban  DMO  sebesar  25%. “Sehingga saat ini dengan 25% masih  cukup  apabila  semuanya  melaksanakan kewajibannya, terutama yang memenuhi spesifikasi, apakah  untuk  kebutuhan  PLN  maupun  non-PLN,”  ujar  Lana. Konsumsi semen domestik selama kuartal I/2022 tercatat sebesar 17,12  juta  ton  atau  naik  5,5%  secara year-on-year  (YoY).  Pada  bulan  lalu,  pertumbuhan  konsumsi  semen  tertinggi  terjadi  di  Sulawesi  sebesar  10,5%  menjadi  0,612  juta  ton,  menyusul  kemudian  Jawa  yang  tumbuh  4,6%  menjadi  3,45  juta  ton,  Maluku  dan Papua 2,1% menjadi 0,23 juta ton, dan Kalimantan 2% menjadi 0,43  juta  ton. Sementara  itu,  wilayah  yang  mengalami  penurunan  konsumsi  pada  bulan  lalu  antara  lain  Sumatera  yang  turun  1%  menjadi  1,55  juta  ton,  dan  Bali-Nusa  Tenggara  anjlok  16,3%  menjadi  0,32  juta  ton. Secara  kuartalan,  konsumsi  di  Jawa naik 3,6%, Kalimantan tumbuh  5,6%,  Sulawesi  meningkat  20,2%,  dan  Maluku-Papua  naik  8,6%.  Di  Sumatra  terjadi  penurunan  tipis  1%.

Sumber: Bisnis Indonesia (20 April 2022)


One Line News

Investalearning.com
Admin (Online)