2023, The Fed Diproyeksikan Naikkan Suku Bunga Dua Kali

Rabu, 23 Mar 2022

JAKARTA – Gubernur Bank Indone sia Perry Warjiyo memproyeksikan, Bank Sentral Amerika Serikat atau Federal Reserve (The Fed) masih akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak dua kali pada tahun depan. Menurutnya, The Fed akan menempuh pengetatan moneter yang lebih agresif. Hal ini sesuai pernyataan Gubernur Bank Sentral Amerika Serikat Jeremy Powell yang berencana untuk menaikkan suku bunga lebih banyak dari perkiraan sebelumnya. Langkah The Fed menaikkan suku bunga ini telah direalisasikan pada Rabu (16/3) kemarin sebesar 25 bps. “Sebelumnya kami perkirakan tahun ini Fed Fund Rate (FFR) suku bunganya naik lima kali. Dengan perkembangan inflasi yang tinggi maka FFR bisa naik tujuh kali pada 2022, dan pada 2023, kemungkinan naik dua kali lagi,” kata dia dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI, Selasa (22/3). Adapun langkah moneter agresif The Fed ini untuk menormalkan lonjakan inflasi di Amerika Serikat. Pada Februari kemarin, inflasi di Amerika Serikat sudah mencapai 7,9%, tertinggi dalam 40 tahun terakhir. Menyikapi arah kebijakan The Fed dan ketidakpastian yang meningkat, Perry menegaskan, arah kebijakan moneter Bank Indonesia di tahun ini akan tetap pro stabilitas serta mengantisipasi kenaikan inflasi. Apalagi, lanjutnya, ketidakseimbangan perekonomian global masih akan berlangsung di tahun ini, meskipun sudah lebih baik dibandingkan sebelumnya. Namun, pertumbuhan ekonomi global berpotensi akan le bih rendah dari proyeksi semula 4,4%. Hal ini disebabkan oleh vaksinasi yang belum merata, normalisasi kebijakan moneter negara maju, dan eskalasi ketegangan geopolitik Rusia dan Ukraina. “Kami sedang melakukan asesmen seberapa jauh dampak ketegangan geopolitik Rusia dan Ukraina ke pada pola pertumbuhan ekonomi global,” ucapnya. Selain itu, BI memastikan akan menggunakan instrumen lain untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang mencakup kebijakan makroprudensial, sistem pembayaran, pengembangan pasar uang dan ekonomi ke uangan inklusif dan hijau, UMKM, dan keuangan syariah. “Ini akan kami arahkan untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional,” imbuhnya.

Di tengah ketidakpastian yang me ningkat ini, Perry menambahkan, kinerja rupiah masih relatif stabil. Hing ga 16 Maret 2022, rupiah tercatat melemah 0,4%. Namun, pelemahan ini dinilainya masih dalam dalam kategori level yang rendah. “Hingga 16 Maret 2022, rupiah bergerak relatif stabil, melemah 0,4% namun rendah. Bergerak sesuai mekanisme pasar, karena surplus neraca perdagangan kita yang cukup bagus, sehingga pasokan valas di pasar uang valas baik,” jelasnya. Ke depan, lanjutnya, nilai tukar ru piah akan tetap terjaga yang didukung dengan defisit transaksi berjalan (current account deficit) rendah, imbal hasil (yield) domestik yang masih menarik, dan tingginya cadangan devisa. “Komitmen kami untuk terus memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah sesuai fundamental dan mekanisme pasar melalui efektivitas operasi moneter dan ketersediaan likuiditas di pasar,” ungkap Perry.

Sumber: Investor Daily (23 Maret 2022)


One Line News

Investalearning.com
Admin (Online)