JAKARTA. PT Surya Esa Perkasa Tbk (ESSA) siap memproduksi blue ammonia pada tahun 2024. Langkah ini sebagai strategi ESSA untuk beralih dari menghasilkan produk kimia menjadi produk energi. Blue ammonia adalah amonia yang diproses melalui tahapan carbon capture storage (CCS) saat produksi H2, sehingga lebih ramah lingkungan, mudah ditransportasikan, dan bisa dimanfaatkan untuk bahan bakar powerplant atau sektor transportasi. Wakil Presiden Direktur Utama PT Surya Esa Perkasa Tbk Kanishk Laroya mengungkapkan, pihaknya bakal mengonversi fasilitas saat ini dari produksi amonia menjadi blue ammonia. "Kalau untuk blue ammonia estimasi di akhir 2024 kami berharap sudah bisa beroperasi sebagai pabrik blue ammonia," ungkap dia dalam diskusi virtual, Sabtu (19/3) lalu. ESSA masih melakukan sejumlah persiapan, termasuk untuk feasibility study atau studi kelayakan proyek blue ammonia. Untuk saat ini, kebutuhan investasi diperkirakan mencapai US$ 100 juta hingga US$ 200 juta. Dari diskusi awal yang dilakukan manajemen ESSA dengan sejumlah pihak terkait, komoditas blue ammonia dinilai memiliki harga yang lebih tinggi ketimbang amonia yang diproduksi saat ini. Selisihnya mencapai US$ 100 hingga US$ 120 per ton. Sebagai tahap awal, sebelumnya, ESSA telah menandatangani nota kesepahaman dengan Japan Oil, Gas and Metals National Corporation (JOGMEC), Mitsubishi Corporation (MC) dan Institut Teknologi Bandung (ITB) pada Maret 2021. Diketahui, Jepang telah berkomitmen untuk mengambil blue ammonia sebanyak 2 juta ton per tahun hingga 2025 mendatang. Jumlah ini ditargetkan meningkat menjadi 5 juta ton per tahun di 2030.
Sementara dari bisnis yang saat ini dijalani, manajemen ESSA optimistis harga komoditas LPG maupun amonia bakal tetap terjaga di sepanjang tahun ini. Direktur PT Surya Esa Perkasa Tbk, Prakash Chand Bumb mengungkapkan, konflik RusiaUkraina berdampak pada peningkatan harga komoditas, khususnya amonia. Kendati demikian, sebelum konflik terjadi, tren peningkatan harga telah terjadi. "Terkait pendapatan dan laba di tahun 2022, meskipun kami melihat tahun ini cukup baik, tapi sulit memberikan panduan (gambaran)," kata dia. Yang terang, ESSA berharap harga LPG dan amonia dapat tetap terjaga. Rusia tercatat sebagai salah satu pemasok utama produk amonia di dunia. Kendala pasokan berpotensi mengerek harga produk amonia. Untuk itu, pihaknya kini masih terus memantau situasi terkini. "Kami berkontribusi sekitar 700.000 ton per tahun dan Rusia kontribusi lebih dari 4 juta ton per tahun. Nah, ini suatu hal yang harus tetap kita monitor ke depan dan melihat dampaknya ke harga," kata Prakash. Surya Esa Perkasa sukses mencatatkan kinerja positif pada tahun 2021. Prakash Chand mengungkapkan, terjadi peningkatan kinerja signifikan untuk pendapatan serta laba bersih ESSA di sepanjang tahun 2021. "Pendapatan lebih tinggi yang dihasilkan dari pemulihan permintaan dan kondisi pasar yang menguntungkan untuk LPG dan amonia," ungkap Prakash.
Pada 2021, ESSA membukukan pendapatan senilai US$ 303,43 juta, naik 72,88% year on year (yoy). Di sisi bottom line, ESSA meraih laba bersih senilai US$ 13,96 juta pada 2021. Di 2020, Surya Esa Perkasa masih menderita rugi bersih senilai US$ 19,12 juta. Prakash menjelaskan, segmen bisnis amonia berkontribusi setara 85% dari total pendapatan tahun lalu. Adapun sisanya 15% bersumber dari bisnis LPG. Menurut dia, kontribusi kedua segmen di sepanjang tahun 2021 meningkat ketimbang tahun 2020. Segmen LPG dan kondensat berkontribusi US$ 43 juta pada 2021, meningkat dari 2020. Kondisi serupa terjadi untuk bisnis amonia yang menyumbang US$ 260 juta pada 2021, naik 76% (yoy).
Sumber : Kontan (21 Maret 2022)
Saham | 07-10-2021 | 08-10-2021 | (+/-) |
---|---|---|---|
ASII | 5,700.00 | 5,900.00 | 3.389% |
BBCA | 35,800.00 | 36,450.00 | 1.783% |
UNVR | 4,830.00 | 4,760.00 | -1.47% |