JAKARTA – Layanan QR Code Indonesian Standard (QRIS) yang dirilis Bank Indonesia (BI) telah digunakan sebanyak 375 juta transaksi sepanjang 2021, meningkat 202,41% dari tahun 2020 yang sebanyak 124 juta transaksi. Berbagai kebijakan yang akomodatif dan percepatan digitalisasi guna mendukung perkembangan UMKM mesti berlanjut.
Ketua Indonesia Fintech Society (IFSoc) Mirza Adityaswara menyampaikan, BI dan pemerintah terus mendorong percepatan penggunaan QRIS. Dengan begitu, transaksi masyarakat menjadi lebih mudah karena bisa digunakan melalui berbagai platform. Kini ada sebanyak 14,8 juta merchant pengguna QRIS. “Tahun 2020 ada 124 juta transaksi dengan QRIS, dan tahun 2021 sudah mencapai 375 juta dari QRIS,” ungkap Mirza pada Kuliah Umum Menuju Presidensi G-20 Indonesia 2022, Digitalisasi UKM: Daya Dorong Ekosistem Digital dan Demokratisasi Ekonomi Indonesia, Senin (8/3). Dia mengatakan, pencapaian itu tak terlepas dari percepatan digitalisasi dari pelaku usaha dan adopsi digital dari masyarakat ketika pandemi. Digitalisasi menjadi penting, melihat potensi ekonomi digital Indonesia menjadi yang terbesar di Asean, baik dari sektor fintech, ride hailing, maupun edutech. Peran e-money seperti OVO, Gopay, Dana, Shopeepay, dan lainnya juga ikut mendorong penggunaan transaksi menjadi non tunai (cashless). Lebih dari 60% UMKM memanfaatkan layanan tersebut agar transaksi lebih mudah dan cepat. Para pelaku usaha dan pemerintah berkomitmen terus mendorong adopsi penggunaan non tunai dari UMKM. Mirza mengatakan, keuangan digital di Indonesia terus berinovasi. Saat ini berkembang asuransi digital berbagai platform e-commerce. E-commerce menjadi kanal yang potensial bagi keuangan digital dengan nilai transaksi mencapai Rp 530 triliun. Kehadiran keuangan digital turut serta mendukung berbagai program pemerintah, seperti Kartu Prakerja dan program bantuan sosial lainnya.
Tapi menurut dia, masih ada hambatan bagi UMKM melakukan penjualan dan pengembangan bisnis secara online. Sur vei menyatakan masih adanya jaringan internet yang lemah. “Meski begitu, pemerintah terus mendorong pembangunan jaringan telekomunikasi di seluruh Indonesia agar transaksi digital bisa lebih signifikan meningkat,” jelas dia. Pada kesempatan itu, Founder CORE Indonesia/Steering Committee IFSoc Hendri Saparini mengungkapkan, permasalahan UMKM memang sangat kompleks, mulai dari kesulitan modal, pemasaran, distribusi, hingga permasalahan lainnya. Oleh karena itu, digitalisasi menjadi salah satu pendekatan agar permasalahan tersebut terdegradasi. Digitalisasi terbukti sangat bermanfaat bagi percepatan mendukung UMKM khususnya ketika pandemi. “Ternyata, mereka yang pendidikan rendah dan yang ada di perdesaan itu juga bisa mengikuti perkembangan digital ini. UMKM ini mereka bisa belajar dengan cepat. Apalagi sebelumnya mereka juga fasih bermain media sosial, nah tinggal sekarang kita dorong untuk berkegiatan lebih produktif,” ungkap dia.
Hendri menerangkan, survei CORE Indonesia dengan OVO menemukan bahwa ada sebanyak 70% responden UMKM melakukan transaksi digital. Sebanyak 68% UMKM pun mencatatkan peningkatan pendapatan, dengan rata-rata pendapatan naik yang tidak kecil yakni 27%, termasuk transaksi tumbuh meningkat 30%. “Mereka kemudian kenal dengan perbankan. Seperti yang kita tahu bahwa sebelumnya UMKM itu sulit untuk menjangkau perbankan, tapi karena mereka berhubungan melalui transaksi, maka mereka kenal dengan penyimpanan uang. Kemudian, ada 71% UMKM literasinya meningkat,” jelas Hendri. Hendri menuturkan, ekosistem digital yang hadir saat pandemi dimanfaatkan oleh UMKM, baik dari sisi pembayaran, distribusi, dan sebagainya untuk memastikan kegiatan usaha masih bisa berlangsung. “Jadi dari sisi teori kita memiliki kekuatan di kelompok ekonomi bawah, lalu dengan pendekatan digital, terbukti secara empiris bahwa mereka mendapatkan manfaat,” kata dia. Dia menilai, masih diperlukan berbagai percepatan pada infrastruktur konektivitas melihat masih banyak desa-desa yang belum terhubung dengan internet. Selain itu, perlu diikuti penguatan dari sisi sumber daya manusia (SDM) di bidang digital agar terjadi efisiensi yang lebih dalam dan penyebaran akses yang semakin cepat. Artificial intelligence (AI) juga menjadi penting untuk mendukung UMKM mengenali pasarnya. Selama ini, mereka terhambat dengan mahalnya sur vei pasar. “Semakin banyak yang tergabung dalam platform, big data inilah yang kemudian akan diolah untuk membantu mereka. Tidak hanya untuk mengetahui kebutuhan pasar, tapi juga menyiapkan bahan atas kebutuhan pasar itu,” jelas Hendri. Mengenai akses modal, UMKM memang kerap terhambat karena tidak memiliki jaminan berupa aset fisik. Penyelenggara jasa keuangan telah memiliki data untuk melakukan penilaian, sehingga sejatinya saat ini evaluasi menyangkut mengenai jaminan tidak lagi diperlukan. “Kini dengan melihat prospek bisnis UMKM dan kemampuan pengembangan bisnis. Ini yang bisa dilakukan sebagai indikator-indikator baru dalam pemberian pembiayaan. Jadi memang diperlukan instrumen kebijakan dari pemerintah agar ini juga bisa berjalan dengan baik,” pungkas Hendri.
Sumber : Investor Daily (9 Maret 2022)
Saham | 07-10-2021 | 08-10-2021 | (+/-) |
---|---|---|---|
ASII | 5,700.00 | 5,900.00 | 3.389% |
BBCA | 35,800.00 | 36,450.00 | 1.783% |
UNVR | 4,830.00 | 4,760.00 | -1.47% |