2022, Konsumsi Semen Dalam Negeri Diproyeksi Tumbuh 5%

Selasa, 25 Jan 2022

JAKARTA – Asosiasi Semen Indonesia (ASI) mencatat, meski kondisi ekonomi akibat pandemi Covid-19 belum pulih 100%, konsumsi semen dalam negeri pada 2021 telah mengalami peningkatan sekitar 5,9%. Adapun untuk tahun ini, kenaikan konsumsi semen dalam negeri diproyeksikan berkisar 5%.

Melihat perkembang pertumbuhan ekonomi nasional yang cukup menjanjikan, maka untuk tahun 2022 diperkirakan kenaikan konsumsi semen dalam negeri berkisar 5%,” kata Ketua Umum ASI Widodo Santoso, Minggu (23/1). Dia memaparkan, peningkatan konsumsi semen tahun lalu terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia. Volume kenaikan terbesar terdapat di Pulau Jawa sebesar 5,5% dengan share sekitar 55% dari total konsumsi dalam negeri dari 33,80 juta ton pada 2020 menjadi 35,69 juta ton pada 2021. Kemudian disusul Sulawesi yang naik 20% dari 5,36 juta ton menjadi 6,44 juta ton. Selanjutnya Kalimantan tumbuh 7,2% dari 3,97 juta ton menjadi 4,25 juta ton pada 2021. Untuk Indonesia Timur Maluku dan Papua juga tercatat tumbuh 3,9%. dari 1,99 juta ton menjadi 2,07 juta ton. Sedangkan untuk Sumatra hanya naik 2,5% dari 13,78 juta ton menjadi 14,12 juta ton dan Nusa Tenggara 0,8% dari 3,57 juta ton menjadi 3,60 juta ton karena pariwisata terganggu pandemi Covid-19. “Di Pulau Jawa proper ti mulai bergerak kembali dan untuk Sulawesi meningkatnya konsumsi semen akibat mulai dijalankan kembali proyek strategis smelter di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara serta jalan trans Sulawesi dan lain-lain,” ujar dia. Menurut Widodo, kenaikan konsumsi dalam negeri tersebut didominasi oleh kenaikan properti sebesar 10,2%. Sedangkan kenaikan infrastruktur hanya sebesar 2,75% terhadap total konsumsi dalam negeri sebesar 66,214 juta ton. Adapun untuk realisasi bulan Desember 2021, lanjut dia, tidak seperti yang diharapkan di mana total penjualan dalam negeri hampir tidak ada peningkatan. Hal tersebut karena banyak musibah banjir, meletusnya Gunung Semeru, dan lain-lain, serta kegiatan Natal dan Tahun Baru, sehingga hanya mengalami pertumbuhan sebesar 0,7%. Hal ini terjadi karena pulau Jawa yang memiliki share terbesar sekitar 55% secara Nasional mengalami penurunan minus 1,7%. Kemudian Sumatra yang memiliki share besar juga sekitar 25% stagnan hampir tidak ada kenaikan. Wilayah yang mengalami kenaikan adalah Kalimantan 2,5%, Sulawesi 8,8%, Nusa Tenggara 9,9%, sedangkan Indonesia Timur naik hanya 2,5%.

Adapun berdasarkan jumlah konsumsi pada Desember 2021, Pulau Jawa menduduki peringkat pertama dengan 3,01 juta ton. Selanjutnya Sumatra 1,34 juta ton, Sulawesi 0,56 juta ton, Kalimantan 0,41 juta ton, Bali dan Nusa Tenggara 0,29 juta ton, dan Maluku dan Papua 0,17 juta ton. “Total konsumsi dalam negeri bulan Desember 2021 sebesar 5,67 juta ton atau naik 1,7%, kenaikan konsumsi total tahun 2021 sebesar 5,9% dan masih belum mencapai seperti konsumsi sebelum pandemi tahun 2021,” ucap dia. Sedangkan terkait ekspor, lanjut Widodo, ASI mencatat kenaikan sebesar 25% menjadi sebesar 11,6 juta ton dibandingkan tahun lalu sekitar 9,2 juta ton. “Dengan kemajuan ekspor semen dan clinker maka total penjualan dalam negeri ditambah ekspor mencapai sekitar 77 juta ton. Dengan kata lain total penjualan dalam negeri dan ekspor tahun ini sudah identik dengan total penjualan sebelum pandemi Covid-19,” kata Widodo. Lebih lanjut Widodo mengatakan, kondisi industri semen sebagai kategori 10 barang penting nasional dan sebagai industri strategis juga terkena dampak akibat kenaikan harga batubara. Kondisi harga batubara yang mahal ini akan menambah biaya produksi yang sangat besar.

Dengan harga Batubara yang dua kali lipat dari harga sebelum kenaikan pada awal tahun 2021, maka program ekspor industri semen yang untuk menanggulangi over supply akan terganggu karena biaya produksi akan naik sekitar 20% sampai dengan 25%. “Namun masalah tersebut sedikit terselamatkan dengan adanya kebijakan pemerintah memberikan kebijakan DMO untuk industri Semen dan Pupuk. Walaupun dengan kebijakan pemerintah ini kondisinya masih ada kenaikan harga sekitar 50% dibanding awal tahun 2021,” ungkap dia. Dengan adanya kebijakan Pemerintah melarang ekspor batubara sampai dengan akhir Januari, kata Widodo, menimbulkan dampak yang positif terhadap harga batubara untuk industri semen, yakni yang sebelumnya industri semen susah dalam mencari harga sesuai aturan DMO saat ini sudah terealisasi, namun dengan supply yang masih terbatas. “Belum semua perusahaan anggota ASI bisa mendapatkan kontrak harga sebagaimana aturan yang ditetapkan Pemerintah tersebut. Hal ini yang perlu perhatian dari kementrian ESDM,” pintanya. Disamping masalah harga batubara yang mahal dan over supply yang berkepanjangan serta program penurunan emisi CO2 (GRK), industri semen terancam dengan adanya peraturan Over Dimension Over Loading (ODOL) yang segera diberlakukan awal tahun depan yang menambah beban kenaikan biaya transport.

Sumber : Investor Daily (25 Januari 2022)


One Line News

Investalearning.com
Admin (Online)