Kini, TPIA Tak Cuma Garap Petrokimia

Kamis, 11 Jan 2024

JAKARTA. Emiten milik Prajogo Pangestu PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) resmi bersalin nama menjadi PT Chandra Asri Pacific Tbk. Pergantian nama ini sejalan dengan transformasi TPIA yang saat ini tak cuma berbisnis petrokimia. Direktur Sumber Daya Manusia dan Urusan Korporat TPIA, Suryandi mengatakan, diversifikasi bisnis ini mulai digalakkan pada 2023 lalu, diantaranya dengan mengakuisisi anak usaha PT Krakatau Steel Tbk (KRAS), yakni 70% saham Krakatau Daya Listrik, yang saat ini menjadi Krakatau Chandra Energi, dan akuisisi 49% saham Krakatau Tirta Industri. TPIA juga membenamkan investasi signifikan di sektor infrastruktur energi, melalui Krakatau Chandra Energi. Investasi tersebut dibagi menjadi dua tahap dengan nilai hingga US$ 200 juta. Dengan nilai investasi tersebut kepemilikan saham Krakatau Chandra Energi di PT Krakatau Posco Energy (KPE) kini menjadi 45%. Segmen infrastruktur digarap melalui anak usahanya, PT Chandra Daya Investasi (CDI) yang menggarap bisnis pembangkit dan distribusi listrik, bisnis pengolahan air dan pelayanan tangki serta dermaga. Bisnis infrastruktur ini diharapkan bisa mengimbangi volatilitas bisnis inti TPIA, yakni petrokimia, sehingga bisa mendorong bottom line. "Petrokimia sangat fluktuatif, bergantung dari supply dan demand. Sementara performa bisnis infrastruktur lebih stabil," kata Suryandi dalam paparan publik insidentil, Rabu (10/1). Menurut Suryandi, ada dua faktor utama yang mempengaruhi industri petrokimia saat ini. Pertama, harga bahan baku, yakni minyak mentah memang turun. Tapi, spread margin dari produk petrokimia dipengaruhi oleh konflik geopolitik yang masih berlangsung, sehingga berdampak pada kondisi pasokan dan permintaan.Kedua, pertumbuhan ekonomi China, yang memegang peranan penting di industri petrokimia.

Belanja modal

Terlepas dari dinamika pasar, TPIA berkomitmen untuk melanjutkan rencana pengembangan bisnis petrokimia. Tahun ini, TPIA menyiapkan belanja modal alias capital expenditure (capex) senilai US$ 400 juta. Suryandi mengatakan, mayoritas capex atau mencapai US$ 300 juta akan digunakan untuk Pembangunan pabrik chlor-alkali dan ethylene dichloride (pabrik CA-EDC) terintegrasi berskala global. "Proyek ini memakan waktu 26 bulan sampai 28 bulan untuk selesai," kata Suryandi Pada saat pabrik ini rampung, Suryandi berharap bisa berkontribusi positif terhadap margin TPIA. Pabrik CA-EDC nantinya dioperasikan oleh anak usaha Chandra Asri Perkasa (CAP) 2, yakni PT Chandra Asri Alkali, yang akan memproduksi 500.000 metrik ton ethylene dichloride per tahun serta lebih dari 400.000 metrik ton caustic soda per tahun. Kehadiran pabrik CA-EDC dapat membantu kekurangan bahan baku di Asia Tenggara. Direktur Chandra Asri Edi Rivai menimpali, caustic soda merupakan material penting untuk hilirisasi nikel. Caustic soda menjadi salah satu bahan baku pemurnian nikel. Selain pemurnian nikel, caustic soda juga digunakan untuk industri sabun dan deterjen. TPIA berkongsi dengan Indonesia Investment Authority (INA) untuk memulai kemitraan strategis. TPIA juga telah menunjuk licensor teknologi vinil asal Amerika Serikat. Di tengah sejumlah ekspansi ini, harga saham TPIA sempat bergerak liar dan turun cukup dalam. Tapi, saat ini tekanan harga saham TPIA mulai mereda. Pada Rabu (10/1), saham TPIA ditutup melemah 5,21% ke Rp 4.000 per saham. Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana mengatakan, saat ini TPIA sedang bergerak di fase downtrend. Menurutnya, indikator MACD masih berada di area negatif, namun stochastic berpeluang golden cross dan menguat. Herditya pun menyarankan trading buy saham TPIA dengan support Rp 3.740 dan resistance Rp 4.330.

Sumber : Kontan 11 Januari 2024

 


One Line News

Investalearning.com
Admin (Online)