Impor Mobil Listrik Dibuka Lebar-Lebar

Rabu, 10 Jan 2024

JAKARTA. Pemerintah benar-benar royal menebar insentif demi menggenjot populasi kendaraan listrik di Tanah Air. Hujan insentif terus bergulir sejak program pengembangan industri kendaraan listrik dimulai pada 2019. Aneka insentif itu ditebar mulai sisi hulu produksi kendaraan maupun sisi hilir dan pasar. Dikeluarkan di ujung 2023, insentif anyar mobil listrik kembali ditebar dan berlaku sejak awal tahun ini. Insentif berlaku atas impor mobil listrik utuh atau completely built up (CBU) serta impor secara terurai atau completely knocked down (CKD) (lihat tabel). Insentif yang diatur dalam Peraturan Menteri Investasi (Permeninves) No. 6/2023 itu memberikan pembebasan bea masuk dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) ditanggung pemerintah atas impor CBU dan CKD mobil listrik. Importir mobil listrik bebas bea masuk dan PPnBM. Namun, tak sembarang importir bisa memanfaatkan fasilitas ini. Sebab, insentif hanya diberikan kepada produsen yang berkomitmen membangun pabrik mobil listrik di Indonesia. Termasuk produsen mobil konvensional yang hendak alih produksi menjadi mobil listrik. Selain bangun pabrik, produsen yang mendapat insentif juga wajib memenuhi target Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN). Makanya, berbarengan dengan terbitnya beleid tentang insentif, pemerintah melalui Kementerian Perindustrian juga menerbitkan beleid baru soal aturan TKDN mobil listrik.

Melalui Permenperin No. 28 Tahun 2023, target minimum TKDN 40% dimundurkan dari 2023 menjadi 2026. Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara menyebut, beleid ini bisa mendorong aktivitas produksi di dalam negeri. "Sebab,ada kewajiban produksi dalam negeri," ujarnya. (9/1) Gaikindo juga yakin harga jual mobil listrik impor menjadi lebih murah setelah ada pembebasan bea masuk dan PPnBM. Selama ini, impor mobil listrik CBU kena Bea Masuk impor di kisaran 50%, dan PPnBM sebesar 10%. Meski belum ada acuan pasti, Gaikindo berharap, insentif itu membuat harga mobil listrik impor turun jadi di kisaran Rp 300 juta atau di bawahnya. "Sebagian besar mobil yang laris terjual di Indonesia harganya sekitar Rp 300 juta," kata Kukuh. Beberapa agen pemegang merek (APM) yang dihubungi mengaku masih mempelajari beleid anyar ini. Tapi, mereka menyambut baik insentif ini. "Karena akan memacu pertumbuhan pasar mobil listrik di Indonesia," ujar Chief Operating Officer PT Hyundai Motors Indonesia (HMID), Franciscus Soerjopranoto, Selasa (9/1).

Infrastruktur masih mini

Saat ini, HMID mengimpor CBU model Ioniq 6 langsung dari Korea Selatan. Sementara Ioniq 5 telah diproduksi di Indonesia. Namun, ia belum bisa menyebut berapa kira-kira potensi penurunan harga mobil impornya itu. Marketing Director Toyota Astra Motor (TAM), Anton Jimmi Suwandy mengatakan, selama ini pihaknya mengimpor mobil listrik BZ4X secara CBU dari Jepang. TAM baru memproduksi mobil hybrid di Indonesia melalui model Kijang Innova Zenix Hybrid EV dan Corolla Cross Hybrid EV "Tapi, masih terlalu dini ya kalau bicara potensi penurunan harga melalui insentif ini," ujar Anton, Selasa (9/1). Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai, perkembangan industri mobil listrik masih lambat sekalipun ada beragam insentif. "Jumlah charging station masih terbatas, konsumen juga ragu dengan purna jual mobil listrik karena harga baterai masih mahal," ujar Tauhid, Selasa (9/1). Mengacu data PLN, hingga akhir 2023, baru ada 624 Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU). Selain jumlahnya mini, penyebaran SPKLU juga hanya terpusat di beberapa daerah.

Sumber : Kontan 10 Januari 2024

 


One Line News

Investalearning.com
Admin (Online)