Industri Pinjol Benjol Digencet Kredit Macet

Kamis, 04 Jan 2024

JAKARTA. Pebisnis pinjaman online (pinjol) atau financial technology peer to peer (fintech P2P) lending dihantui kenaikan kredit macet. Sejumlah pinjol mencatatkan tingkat wanprestasi 90 hari (TWP90) lebih dari batas aman di 5%, bahkan ada yang mencapai dua digit. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan kenaikan rasio TWP90 mulai Oktober 2023, yakni sebesar 2,89%. Angka ini naik dari TWP90 di September 2023, yang sebesar 2,82%. Outstanding pinjaman yang disalurkan pinjol per Oktober 2023 mencapai Rp 58,05 triliun. Artinya ada sekitar Rp 1,64 triliun pinjaman yang sudah macet hingga 90 hari atau lebih di Oktober 2023. Kondisi ini mempengaruhi lender di sejumlah fintech P2P lending. Febry Christoper, salah seorang lender di Investree, mengisahkan, dananya juga tersangkut di sejumlah borrower yang gagal bayar. Febry menyebut sebagian besar pendanaan yang ia salurkan belum dibayar. "Hanya ada satu borrower pada Desember 2023 pernah membayar cicilan pokok pinjaman Rp 35 juta dan yang baru dibayar Rp 2,45 juta," kata dia, kemarin. Berdasarkan data di situs resminya, TWP90 Investree kini sebesar 12,68%.Sampai saat ini, menurut Febry, pendanaan yang telat dibayarkan sekitar Rp 155 juta. "Padahal menurut term and condition dulu, setelah lebih dari 90 hari ada keterlambatan maka akan di-cover asuransi," kata dia. Kondisi sama juga dialami lender Igrow. Para lender kini masih berupaya menuntut haknya melalui jalur hukum. Pengacara para lender iGrow yang tergabung dalam Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Rifqi Zulham mengatakan, kliennya sampai saat ini masih menuntut lewat jalur hukum karena sama sekali belum mendapatkan haknya. Dia juga menyebut, tidak ada asuransi yang mencakup kerugian kliennya

Sistem scoring

Berdasarkan riset KONTAN, sejatinya ada banyak fintech P2P lending yang mencatatkan data TWP90 lebih dari 5%. Igrow misalnya mencatatkan TWP90 45,56% dengan outstanding pinjaman sebesar Rp 308,4 miliar. Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda berpendapat, kelonggaran dan kemudahan administrasi dalam mengakses pinjaman online menjadi penyebab utama kenaikan gagal bayar. Dia menyebutkan bahwa pelaku pinjol harus memiliki sistem scoring yang valid. "Tanpa sistem scoring valid, ancaman tingginya kredit macet fintech P2P lending kemungkinan terus membayangi ke depannya, terlebih untuk bisnis yang targetnya UMKM pertanian," kata Nailul. Dia menyebut, selama ini perbankan ragu menggenjot sektor pertanian karena risikonya tinggi. Namun, fintech P2P lending malah menargetkan sektor tersebut. Menurut Nailul, sepanjang 2022 sudah ada tren peningkatan gagal bayar untuk borrower usia muda dengan rata-rata pinjaman macet mencapai Rp 2,5 juta. "Ini bisa menjadi bom kredit macet ketika sistem scoring dan administrasinya dibiarkan seperti saat ini," ujar dia Sekretaris Jenderal Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama (AFPI) Tiar Karbala berharap, aturan yang baru-baru ini dilakukan OJK dapat mengurangi risiko over leverage calon peminjam. "Pembatasan pinjaman dalam SEOJK No 19/SEOJK.06/2023 berpotensi meningkatkan kualitas pinjaman, agar borrower menjadi lebih bertanggungjawab dan berkualitas," jelas Tiar.

Sumber : Kontan 4 Januari 2024

 


One Line News

Investalearning.com
Admin (Online)