Emiten Properti Tertopang Suku Bunga

Senin, 25 Sep 2023

JAKARTA. Kinerja sektor properti diprediksi masih positif seusai Bank Indonesia (BI) dan The Fed mengumumkan kebijakan moneter terkait suku bunga. The Fed masih menahan suku bunga acuan di level 5,25%-5,50% dalam pertemuan bulan September 2023 ini. Meski begitu, Bank Sentral Negeri Paman Sam tersebut masih mengisyaratkan membuka peluang pengetatan kebijakan moneter lebih lanjut. Langkah ini perlu dilakukan untuk mengembalikan laju inflasi ke level 2% sesuai target. Sementara, BI masih mempertahankan suku bunga acuan di level 5,75%. Keputusan bank sentral tersebut diambil dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode bulan September 2023. Hasil tersebut sejatinya direspon positif oleh kinerja saham emiten properti. IDX Sector Properties & Real Estate atau indeks properti Bursa Efek Indonesia (BEI) tercatat naik 1,71% sejak awal tahun 2023 atau secara year to date (ytd). Pada penutupan perdagangan Jumat kemarin (22/9), indeks properti BEI tersebut ditutup 732,43, menguat 1,03% dari penutupan hari sebelumnya. Analis Henan Putihrai Sekuritas Jono Syafei menilai, sektor properti memang sensitif terhadap suku bunga. Dikarenakan mayoritas masyarakat membeli properti menggunakan kredit pemilikan rumah (KPR). Dengan suku bunga acuan tetap, tentu menjadi sentimen positif bagi emiten properti.

"Selain itu, meningkatnya daya beli, terutama pada segmen menengah ke atas, akan menjadi katalis positif bagi emiten properti," ujarnya kepada KONTAN, Jumat (22/9). Jono pun mencermati prospek emiten properti hingga akhir tahun 2023 masih positif. Menurutnya, pendapatan dan laba bersih emiten properti di tahun ini bisa tumbuh positif. Terlebih pada tahun ini, menurutnya, sudah masuk musim serah terima dari properti yang terjual pada 2021 kemarin. Kondisi tersebut ia ramal membuat pendapatan emiten properti bisa naik signifikan. Misalnya saja PT Ciputra Development Tbk (CTRA). Pengembang ini, dalam risetnya, Jono proyeksikan bisa meraup pendapatan pada tahun 2023 hingga Rp 9,6 triliun. Target ini tumbuh sekitar 5,7% secara tahunan atau year on year (yoy). Sebagian besar pendapatan tersebut, yakni sekitar Rp 7,6 triliun bakal berasal dari penjualan produk properti Ciputra. Misalnya saja dari proyek CitraLand Gama City Medan, CitraLand KDM Helvetia in Sumatra Utara serta CitraLand Surabaya. Sedangkan sisanya, yakni sekitar Rp 2 trilun dari total proyeksi pendapatan Rp 9,7 triliun, berasal dari segmen pendapatan berulang. Sedangkan Niko Pandowo, Analis Sucor Sekuritas dalam riset teranyarnya juga melihat prospek positif dari emiten pengembang lain, yakni PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) masih sesuai dengan target. Ini setelah melihat hasil pra-penjualan (marketing sales) SMRA hingga Agustus yang mencapai Rp 2,7 triliun, setara 54%-56% dari target sepanjang tahun ini. Dengan hasil tersebut, Niko memproyeksi marketing sales SMRA dalam lima tahun ke depan bisa tumbuh 7,5% per tahun. Proyeksi tersebut Niko hitung setelah melihat dari keberadaan proyek yang dipunyai SMRA. Misalnya untuk tiga proyek SMRA yang masih berjalan, yakni di Bandung dan Bekasi, Niko memperkirakan, pengembang ini bisa mengempit pendapatan penjualan sebesar Rp 500 miliar sampai Rp 700 hingga akhir tahun ini. Alhasil Niko pun menyematkan buy SMRA dengan target harga Rp 900 per saham. Senada, Jono juga merekomendasikan beli saham SMRA dengan target harga Rp 820 serta saham CTRA dengan target Rp 1.350 per saham. Sementara itu Andhika Cipta Labora, Analis Kanaka Hita Solvera Andhika merekomendasikan beli saham PWON dengan target harga Rp 460 per saham. Ia menilai pengembang yang berbasis di Surabaya itu akan tetap mendapat berkah dari segmen pendapatan yang berulang.

Sumber : Kontan 25 September 2023


One Line News

Investalearning.com
Admin (Online)