Pamor Instrumen Investasi Berbasis ESG Meningkat

Senin, 04 Sep 2023

JAKARTA. Geliat bisnis berbasis environment, social dan governance (ESG) di industri keuangan meningkat. Ini sesuai dengan peta jalan yang disusun Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang mengarahkan pelaku industri keuangan untuk menerapkan prinsip-prinsip berkelanjutan. Industri dana pensiun (dapen) misalnya, berusaha meningkatkan investasi di aset-aset ESG, terutama aset hijau. Salah satunya adalah PT Dana Pensiun Bank Mandiri (DPBM). Kami membuat program kerja yang bertujuan untuk mendukung ESG," ujar Ali Farmadi, Direktur Utama DPBM, Jumat (1/9). DPBM melakukan investasi pada obligasi korporasi berwawasan lingkungan dengan anggaran Rp 200 miliar hingga Rp 300 miliar. "Kami juga anggarkan investasi di reksadana ETF dengan target utama prospek yang baik," kata dia. Secara return, Ali menilai investasi di aset ESG cukup bagus. "Instrumen reksadana ETF barbasis Sri-Kehati dan ESG menjadi penyumbang capital gain dan meningkatkan hasil usaha bersih. Untuk ETF kami lakukan trading dengan return sekitar 8,5%," ujar dia.

PT BNI Life Insurance juga terus mengembangkan investasi di aset ESG. Saat ini portofolio investasi dengan prinsip ESG telah mencapai 5,25%. "Sektor investasi dengan prinsip ESG yang kami pilih adalah keuangan, barang baku, perindustrian, barang konsumen primer, infrastruktur dan kesehatan," ujar Eben Eser Nainggolan, Plt. Direktur Utama BNI Life. Perbankan juga rajin memperbesar penyaluran kredit berbasis ESG. Salah satu bank yang cukup intens memberikan pendanaan ke sektor hijau adalah PT Bank DBS Indonesia. Bahkan, dalam waktu tujuh bulan saja, penyaluran kredit berkelanjutan di DBS Indonesia telah tumbuh 253% menjadi Rp 4 triliun. Direktur Institutional Banking PT Bank DBS Indonesia Kunardy Lie optimistis penyaluran kredit ke sektor berkelanjutan masih akan tumbuh hingga akhir tahun. Setidaknya, bisa ada tambahan lagi sekitar Rp 1,5 triliun.Semoga portofolio kredit berkelanjutan di akhir tahun bisa mencapai Rp 5,5 triliun, ujar Kun beberapa waktu lalu.

Tuntutan global EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA Hera F. Haryn juga menilai peluang pembiayaan hijau masih prospektif. Per Juni 2023, penyaluran kredit ke sektor berkelanjutan di BCA mencapai Rp 181,2 triliun, berkontribusi 24,3% terhadap total pembiayaan BCA. Kendati tren meningkat, niatan pelaku industri keuangan mendorong pasar ESG masih menemui hambatan. Pelaku dapen dan asuransi misalnya, masih sulit mengoptimalkan investasi di aset berbasis ESG. Staf Ahli Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) Bambang Sri Muljadi menjelaskan, ini karena instrumen investasi berbasis ESG masih terbatas. Ketua Bidang Keuangan, Permodalan, Investasi dan Pajak Asosiasi Asuransi Jiwa (AAJI) Simon Imanto mengungkapkan hal senada. Ia menyebut, portofolio investasi berprinsip ESG belum banyak tersedia. Apalagi, karakteristik produk berbasis ESG berbeda dan harus disesuaikan dengan portofolio aset. Di tahun ini saja, berdasarkan data OJK hanya ada satu penerbitan obligasi green bond. Obligasi tersebut milik PT Bank Mandiri Tbk senilai Rp 5 triliun. Angka ini hanya 6% dari total obligasi yang mendapat efektif dari OJK sebesar Rp 79,78 triliun. Sementara saham yang mendapat label ESG dari BEI hanya sekitar 80 perusahaan. Padahal jumlah saham yang dicatatkan di BEI mencapai 888 saham. Eben bilang, investasi prinsip BNI Life di instrumen obligasi ESG hanya 0,1%. "Untuk investasi saham, BNI Life masuk ke indeks Sri-Kehati dengan kontribusi 5,1% atau Rp 1,1 triliun," papar dia. Ali juga menyebut investasi pada instrumen ESG baru 1% dari total investasi DPBM. Tapi ia memastikan, DPBM secara bertahap akan menambah porsi investasi sesuai risk appetite dan target return. Pengamat Pasar Modal Universitas Indonesia Budi Friensidy menyebut, kebutuhan aset berbasis ESG semakin naik karena tuntutan investor dan kreditor global untuk penempatan dana.

Sumber : Kontan 4 September 2023


One Line News

Investalearning.com
Admin (Online)