Pengelolaan inflasi yang solid, serta kebijakan moneter oleh Bank Sentral Amerika Serikat (AS) yang terus mengendur, memberikan keleluasaan bagi Bank Indonesia (BI) untuk menyimpan amunisi menghadapi risiko ketidakpastian ekonomi global pada tahun depan. Buktinya, dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) kemarin, Kamis (22/12), BI memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan BI 7-day (Reverse) Repo Rate sebesar 25 basis points (bps), lebih rendah ketimbang kebijakan pada bulan-bulan berikutnya. (Lihat infografik).Keputusan yang selaras dengan arah kebijakan Federal Reserve (The Fed) itu diharapkan dapat menguatkan senjata BI untuk mengelak dari dampak resesi dunia pada tahun depan. Apalagi, menurut Gubernur BI Perry Warjiyo, kenaikan suku bunga The Fed akan berlanjut pada 2023, dan berada pada tingkat yang tinggi dalam jangka panjang. Dengan membatasi laju suku bunga pada akhir tahun ini, maka BI memiliki keleluasaan untuk merespons agresivitas The Fed pada tahun depan.
“Kami menaikkan suku bunga terukur, dengan mencermati lebih rendahnya realisasi dan ekspektasi inflasi,” kata Perry, Kamis (22/12). Sejauh ini, infl asi yang menjadi pertimbangan utama BI dalam mengatrol suku bunga pun perlahan terkendali seiring dengan ditebalkannya program bantuan sosial untuk mengompensasi dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Alhasil, BI pun merevisi prospek inflasi pada tahun ini dari 6% menjadi 5,4%, sedangkan pada tahun depan inflasi inti diharapkan terkendali di bawah 4% pada semester I/2023, dan menuju titik tengah di 3% pada akhir tahun. Ruang kebijakan yang dieksekusi BI itu pun direspons positif oleh kalangan pelaku usaha. Terlebih, otoritas moneter juga telah memberikan sinyal ramah periha aksi pengetatan pada tahun depan.Ketua Komite Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani, mengatakan sinyal BI yang menolak aksi agresif pada tahun depan akan memberikan efek besar pada perekonomian. Menurutnya, arah kebijakan itu akan relatif membantu daya beli masyarakat dan menjaga likuditas di sistem perekonomian. Hal ini juga akan memberi-kan sentimen positif terhadap daya beli dan tingkat konsumsi masyarakat. “Dengan demikian target pertumbuhan ekonomi masih mencapai angka 5% kalau daya beli masyarakat terjaga,” katanya kepada Bisnis.
Senada, Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta Kamdani, mengatakan pebisnis memahami bahwa kenaikan suku bunga merupakan kebijakan yang tidak bisa dihindarkan untuk menciptakan stabili-tas ekonomi dan mengendalikan inflasi. Sejalan dengan itu, pengusaha pun telah beradaptasi dengan segala kondisi ekonomi yang terikat dengan kebijakan moneter, baik pada tahun ini maupun tahun depan. Akan tetapi, di sisi lain Shinta menekankan perlunya stimulus lain untuk memastikan efek negatif kebaikan suku bunga ini agar tidak meredam ekspansi usaha pada tahun depan. Salah satunya adalah optimaliasi serapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) secara tepat waktu sehingga memiliki daya dorong pada produktivitas ekonomi. “Juga kompensasi kredit yang dapat menyeimbangkan kenaikan suku bunga dan perpanjangan restrukturisasi. ”Sementara itu dari kalangan perbankan, Corporate Secretary PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Rudi As Aturridha, mengatakan keputusan BI untuk menaikan suku bunga sebesar 25 bps sesuai dengan ekspektasi pasar dan mempertimbangkan langkah-langkah dalam memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah serta mengelola tingkat inflasi.
Merespons kenaikan rate tersebut, katanya, Bank Mandiri akan melakukan kajian potensi penyesuaian suku bunga simpanan dengan mempertimbangkan kondisi likuiditas pasar, struktur biaya dana, respon dari bank lain, serta dampak terha-dap peningkatan suku bunga kredit. Adapun, Ekonom Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Ryan Kiryanto, langkah BI cukup taktis mengingat ekspektasi inflasi global yang masih tinggi dan diikuti kenaikan suku bunga acuan oleh The Fed pada 2023.Menurutnya, kenaikan suku bunga saat ini dilandasi optimisme bahwa likuiditas perbankan tetap mencukupi atau tidak terganggu karena rasio alat likuid berbanding dana pihak ketiga (DPK) yang berkisar 30% masih jauh di atas treshold. “Bank-bank tidak akan tergoda untuk menaikkan bunga simpanan dan/atau kredit,” ujarnya.
Sumber : Bisnis Indonesia, 23 Desember 2022
Saham | 07-10-2021 | 08-10-2021 | (+/-) |
---|---|---|---|
ASII | 5,700.00 | 5,900.00 | 3.389% |
BBCA | 35,800.00 | 36,450.00 | 1.783% |
UNVR | 4,830.00 | 4,760.00 | -1.47% |