Bisnis, JAKARTA — Kinerja pemulihan industri pembiayaan (multifinance/leasing) pada tahun ini diproyeksi makin solid yang tecermin pada sejumlah rasio keuangan.
Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), Suwandi Wiratno mengungkap hal ini seiring pulihnya rasio-rasio kinerja industri dari masa-masa gelap era pandemi Covid-19, terutama rasio yang menggambarkan pembentukan laba. “Jadi tahun ini terbilang sangat memungkinkan bagi setiap multifinance membidik target kinerja [laba-rugi] lebih baik ketimbang tahun lalu,” jelasnya kepada Bisnis, Selasa (26/4). Misalnya, rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) yang biasanya berkisar 79% pada periode nor-mal, kini menyentuh 78,48% per Februari 2022. Selain itu, return on asset (ROA) alias rasio laba terhadap aset, telah kembali ke level rata-rata periode normal senilai 4,82%. Adapun, return on equity (ROE) atau rasio laba bersih terhadap total ekuitas juga pulih beriringan, kembali ke 12,04%, kendati pada periode normal bisa berada di kisaran 14,5%. Sementara itu, pembiayaan bermasalah (nonperforming financing/NPF) pun mencapai 3,25%, sedikit lagi menyentuh rata-rata periode normal yang biasanya di kisaran 2,5%. Terakhir, gearing ratio (GR) yang berada di 1,94 kali menjadi satu-satunya yang masih belum menggeliat, akibat masih adanya fenomena kesulitan memperoleh pendanaan buat para multifinance kecil di daerah. Suwandi mengungkap kualitas pembiayaan terbilang akan bisa dengan mudah dipertahankan para pemain masing-masing karena APPI mencatat seluruh pemain telah bergabung dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) besutan otoritas sejak April 2019. Lalu, sebagian besar pemain juga telah terhubung dengan sistem daftar agunan atau asset registry yang terekam ke dalam PT Rapi Utama Indonesia (RAPINDO), badan usaha yang seluruh sahamnya dimiliki oleh APPI, yang memberikan akses verifikasi data, nomor telepon, riwayat pembiayaan nasabah, selain tentunya daftar aset agunan itu sendiri.“Memasuki tahun ini, debitur bagus daya belinya sudah kembali pulih. Sementara itu, debitur yang bergiat di sektor yang lambat pulih dari pandemi Covid-19 pun masih bisa ikut restrukturisasi. Hasilnya, pemain multifinance bisa lebih fleksibel dalam berekspansi,” tambahnya.
Sejalan dengan ekspektasi kinerja industri pada tahun ini, emiten pembiayaan PT BFI Finance Indonesia Tbk. (BFI Finance/BFIN) mencatatkan rekor nilai pembiayaan baru (booking) per kuartal sejak perusahaan berdiri. Direktur Keuangan sekaligus Corporate Secretary BFI Finance Sudjono mengungkap pada kuartal I/2022, realisasi pembiayaan baru senilai Rp4,8 triliun, tercatat meningkat 61,8% secara tahunan dan tumbuh 10,9% secara kuartalan. “Mobilitas masyarakat yang semakin tinggi, serta peningkatan kebutuhan dan konsumsi jelang Ramadan dan Lebaran juga turut mendukung kinerja perseroan sepanjang kuartal I/2022 lalu,” ujarnya dalam keterangan resmi, Rabu (27/4). Menurut Sudjono, kendati awal tahun masih sempat dibayangi gelombang virus Covid-19 varian baru, kinerja BFIN bisa melesat seiring dengan pemulihan ekonomi dan daya beli masyarakat, keberhasilan program vaksin, serta kembalinya aktivitas pelaku usaha di beragam lini industri. Peningkatan nilai booking ini turut mengatrol jumlah total piutang yang dikelola BFIN menjadi Rp15,6 triliun, naik 14,3% dibandingkan kuartal I/2021. Sementara itu, nilai aset dilaporkan sebesar Rp16,4 triliun, tercatat tumbuh 15,4% secara tahunan. Rasio pembiayaan bermasalah perusahaan yang menggarap segmen multiguna mobil dan motor, mobil bekas, dan alat berat ini pun tetap stabil di angka 1,06%, sementara NPF neto sebesar 0,26%. Dengan kondisi ekonomi dan kinerja yang membaik, BFIN pun mulai menurunkan cadangan kerugian piutang dari sebelumnya 7,6% pada kuartal I/2021 menjadi 5,4% pada kuartal I/2022. Untuk piutang pembiayaan yang dikelola berdasarkan jenis aset, komposisi mobil (bekas dan baru) mendominasi sebesar 70,7%, disusul oleh alat berat dan mesin sebesar 12,5%.
Dari sisi laba bersih, mengumpulkan Rp396 miliar atau naik 72,5% secara tahunan. Pertumbuhan laba bersih berasal dari pendapatan yang mencapai Rp1,2 triliun atau tumbuh 18,4% secara tahunan. Sementara itu, pos biaya turun 3,6%. Per 31 Maret 2022, sisa nilai piutang dari kontrak yang melakukan restrukturisasi atau relaksasi terkait pandemi Covid-19 tersisa 6,9% dari keseluruhan nilai piutang pembiayaan yang dikelola, atau turun secara signifikan dari nilai persentase tertinggi 35,5% pada September 2020. Sebagian besar dari piutang relaksasi tersebut dalam tahap pembayaran normal. Adapun, 1,3% sisanya masih dalam program relaksasi. “Diharapkan piutang relaksasi atau restrukturisasi ini dapat dituntaskan sepenuhnya di 2022, mengingat sejak akhir 2021 kurvanya sudah terus menurun,” ungkap Sudjono. Sekadar informasi, BFI Finance menyalurkan Rp13,67 triliun sepanjang tahun lalu, tercatat naik 79,8% secara tahunan dari Rp7,6 triliun. Tahun ini, BFIN menargetkan mampu tumbuh di kisaran 10%–15%. Sebelumnya, Direktur Utama PT Mandiri Utama Finance, Stanley Setia Atmadja sebelumnya mengakui tantangan terbesar saat ini, yaitu potensi lesunya kredit otomotif akibat tekanan inflasi dan tren pelemahan daya beli masyarakat setelah Lebaran. Akan tetapi, seiring dengan pengalaman MUF selama dua tahun belakangan menghadapi tantangan pandemi Covid-19, Stanley masih meyakini bahwa 2022 terbilang lebih mudah untuk bertumbuh. “Sampai saat ini keyakinan kami masih 100% dari target, baik dari volume pembiayaan maupun profitabilitas,” ujarnya.Sebagai informasi, sampai Maret 2022 alias sepanjang kuartal I/2022, MUF sudah menyalurkan pembiayaan baru sebesar Rp3,7 triliun. Target sepanjang tahun ini dipatok tumbuh 5%-6% secara tahunan dari Rp12,3 triliun.
Sumber: Bisnis Indonesia (28 April 2022)
Saham | 07-10-2021 | 08-10-2021 | (+/-) |
---|---|---|---|
ASII | 5,700.00 | 5,900.00 | 3.389% |
BBCA | 35,800.00 | 36,450.00 | 1.783% |
UNVR | 4,830.00 | 4,760.00 | -1.47% |