Bertepatan dengan berakhirnya periode lock-up saham setelah initial public offering (IPO), saham PT Bukalapak.com Tbk. (BUKA) menguat cukup tajam. Ke depan, pergerakan BUKA bakal diwarnai oleh sentimen manuver kolaborasi, kompetisi dagang-el, hingga pengembangan ekosistem digital.
Saham BUKA tercatat ditutup menguat 8,44% atau naik 26 poin ke posisi Rp334 pada Senin (28/3). Dalam sepekan terakhir, saham BUKA tercatat telah menguat 16,78%, tetapi masih melemah 22,33% secara year-to-date (YtD). Sebagaimana tertuang dalam prospektus Bukalapak, lock-up ialah periode yang harus dilalui semua pihak yang memperoleh saham BUKA dengan harga pelaksanaan di bawah harga IPO dalam jangka waktu 6 bulan sebelum penyampaian pendaftaran ke OJK. Para pemegang saham tersebut dilarang mengalihkan sebagian atau seluruh saham BUKA yang dimiliki sampai dengan 8 bulan setelah pernyataan pendaftaran sehubungan dengan IPO menjadi efektif. “Sehubungan dengan hal tersebut maka periode lock-up yang berlaku berdasarkan POJK 25/2017 telah berakhir pada 26 Maret 2022 dan pihak yang terkena lock-up dapat memperdagangkan sahamnya pada 28 Maret 2022,” kata Sekretaris Perusahaan BUKA Perdana A. Saputro dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia, Senin (28/3). Terdapat setidaknya 32 entitas perorangan dan institusi yang masuk dalam jajaran para pemegang saham wajib lock-up BUKA, di antaranya pendiri Bukalapak Achmad Zaky Syaifudin, Microsoft Corporation, dan 204 pemegang saham perorangan yang merupakan karyawan atau ekskaryawan Bukalapak. “Dengan berakhirnya periode lock-up tersebut, para pemegang saham yang terdampak berhak melakukan transaksi dengan tetap memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” lanjut keterangan Bukalapak.
Head of Market Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengatakan naiknya saham BUKA ketika periode lock up berakhir akibat investor melihat prospek BUKA yang masih dapat berkembang ke depan. “Menurut saya BUKA lebih mirip perusahaan investasi sekarang. Jadi sepanjang investor yang melihat ada prospek buka berkembang ke depan, wajar ada yang melepas dan membeli ketika periode lock-up dibuka,” ucap Wawan saat dihubungi Bisnis, Senin (28/3). Dia melanjutkan, dengan akuisisi dan investasi yang gencar dilakukan, BUKA menunjukkan bisa mendapatkan cashflow. Hal ini menurut Wawan menunjukkan aset BUKA bisa bertumbuh, akan ada pendapatan yang meningkat, dan hal ini akan menjadi katalis positif ke saham BUKA. “Investor yang tertarik masuk ke saham BUKA, harus memahami tiga hal. Pertama,fundamentalnya BUKA. Kedua,prospek bisnisnya. Ketiga, likuiditas,” tuturnya. Sementara itu, Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan kenaikan harga saham Bukalapak usai periode lock-up akibat beberapa sentimen positif seperti masuknya BUKA ke bank digital AlloBank dan proyeksi perseroan yang akan membukukan laba pada 2023 atau lebih cepat dari kompetitornya. Menurutnya, masuknya BUKA ke AlloBank dapat memperkuat ekosistem perseroan. “Hal ini membuat saham Bukalapak menjadi emiten teknologi yang mungkin dapat meraup keuntungan,” ujarnya. Sementara itu, Nico memperkirakan prospek bisnis BUKA ke depan akan makin baik. Pasalnya, perseroan terus mengejar ketertinggalan ekosistemnya dari GoTo. “Memang ekosistemnya tidak sebesar GoTo, tetapi BUKA perlahan tapi pasti menyusul ketertinggalan ekosistem. Ini sebuah gambaran BUKA menciptakan ekosistem yang mungkin lebih besar nantinya. Yang perlu diperhatikan adalah seberapa cepat mereka membangun ekosistemnya,” katanya.
Bukalapak memang gencar melakukan investasi dan akuisisi perusahaan startup sejak melantai di bursa. Terbaru, perseroan mengucurkan investasi senilai Rp777,77 miliar ke platform belanja milik taipan Chairul Tanjung, AlloFresh. Perseroan bersama PT Trans Retail Indonesia (Trans Retail) dan Berani Investment Pte. Ltd (BIP) membentuk suatu perusahaan patungan (joint venture) bernama PT Allo Fresh Indonesia. Bagi Bukalapak, transaksi kemitraan dengan Trans Retail akan menciptakan kerja sama yang baik dan menguntungkan saat dikombinasikan dengan kekuatan teknologi perseroan. Analis CGS-CIMB Sekuritas Patricia Gabriela dan Marcella Regina memandang dengan akses ke rantai pasokan dari TransMart atau Trans Ritel, BUKA berpotensi bisa meningkatkan take-rate, dan memberikan layanan yang lebih baik ke Mitra segment. “Kami percaya BUKA juga akan mendapatkan keuntungan dari origination fee karena menghubungkan AlloFresh ke segmen Mitra, yang pada akhirnya dapat meningkatkan take-ratenya. Selain itu, menurut kami investasi ini seharusnya tidak akan menghambat pertumbuhan pendapatan ke BUKA,” kata Patricia dan Marcella dalam risetnya, dikutip Senin (28/3).
CGS-CIMB Sekuritas memperkirakan BUKA akan mampu menghasilkan pendapatan bersih senilai Rp2,9 triliun, meningkat dari perkiraan 2021 sebesar Rp1,9 triliun. BUKA juga diyakini akan mampu menekan tingkat kerugian menjadi Rp1,07 triliun pada 2022, dari perkiraan Rp1,36 triliun pada 2021. Analis BRI Danareksa Sekuritas Niko Margaronis mengatakan pembentukan JV e-groceries antara BUKA dan TransRetail menguntungkan mitra, konsumen, pedagang, dan BUKA. BRI Danareksa Sekuritas merekomendasikan beli BUKA dengan target price (TP) di Rp1.400. Menurut Niko, ko-laborasi BUKA memperluas ekosistemnya berefek langsung dalam prospeknya. Sementara itu Patricia dan Marcella mempertahankan peringkat add BUKA dengan target harga tetap di level Rp900. CGS-CIMB Sekuritas melihat inisiatif dari perseroan bisa membantu total processing value (TPV) dan take-rate Bukalapak.com membaik pada kuartal IV/2021. Sementara itu, risiko negatifnya ialah dari kompetisi yang makin ketat terutama pada segmen Mitra Bukalapak.
Sumber: Bisnis Indonesia (29 Maret 2022)
Saham | 07-10-2021 | 08-10-2021 | (+/-) |
---|---|---|---|
ASII | 5,700.00 | 5,900.00 | 3.389% |
BBCA | 35,800.00 | 36,450.00 | 1.783% |
UNVR | 4,830.00 | 4,760.00 | -1.47% |