Bisnis, JAKARTA — Investor ritel mengalirkan modal total Rp43,46 triliun pada kuartal I/2022 melalui penerbitan instrumen ORI021 dan SR016.
Pada penawaran terakhir, Sukuk Ritel seri SR016 terjual Rp18,4 triliun dan obligasi negara ritel seri ORI021 mengumpulkan dana Rp25,06 triliun. Kedua produk tersebut menawarkan imbal hasil yang berbeda tipis yakni 4,95% pada SR016 dan 4,9% pada ORI021. Perbedaan respons pasar, menurut Associate Director Anugerah Sekuritas, Ramdhan Ario Maruto, bukanlah hal yang substansial. Pasalnya, dengan imbal hasil saat ini, kedua produk masih mampu menarik minat investor ritel untuk menanamkan modalnya. Jika merunut pada historis penerbitan SR seri SR016 menawarkan kupon yang paling rendah. Namun, dari sisi penjualan, seri SR010 justru hanya mengumpulkan Rp8,44 triliun padahal menawarkan kupon 5,9%. Kupon yang ditawarkan SR010 masih lebih besar bila dibandingkan dengan kupon SR016. (Lihat infografik) Imbal hasil menarik dan produk yang memberikan keuntungan secara bulanan menjadi daya tarik tersendiri karena masyarakat familiar dengan produk serupa deposito. Akses pembelian yang lebih mudah membuka peluang penjualan sekaligus pendalaman pasar instrumen buatan pemerintah itu sehingga mampu menjangkau investor yang lebih luas. “Makin baik ya dari sebarannya, kalau dulu lebih banyak PNS, sekarang banyak juga ke milenial,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Selasa (22/3). Lebih lanjut, dia menilai frekuensi penerbitan yang lebih sering turut berkontribusi terhadap penambahan pasar surat berharga negara khusus investor ritel. Dia menyebut kombinasi tersebut membuat investor memiliki pilihan investor yang aman dengan risiko terukur dan imbal hasil yang wajar di tengah maraknya instrumen investasi ilegal.
“Return lebih rendah tetapi masih bagus dari sisi risiko,” katanya.Untuk penawaran instrumen berikutnya, dia menilai minat investor masih ada. Pasalnya, obligasi dan sukuk buatan pemerintah itu menawarkan imbal hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan suku bunga deposito. Seperti diketahui, suku bu-nga deposito saat ini pada level rendah mengikuti tren suku bunga acuan Bank Indonesia yang rendah yakni 3,5%. Sementara itu, pada penawaran berikutnya yakni melalui instrumen sukuk wakaf ritel (SWR) dia menyebut, penjualannya belum bisa mengikuti realisasi penjualan produk seperti SR, ORI, savings bond ritel (SBR) dan sukuk tabungan (ST). Menurutnya, SWR tergolong produk yang baru sehingga membutuhkan waktu bagi masyarakat mengenal produk tersebut. Di sisi lain, momen penawaran SWR seri SWR003 pada April hingga Juni dianggap pas karena bertepatan dengan Ramadan dan Idulfitri. “Perlu sosialisasi timing cukup pas ya karena Ramadan, perlu sosialisasi. Prinsipnya instrumen yang diterbitkan negara direpsons baik. ”Ke depannya, pasar tetap optimistis minat masyarakat terhadap SBN ritel akan terjaga sepanjang tahun. Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas, Handy Yunianto menilai minat investor terhadap SBN ritel masih ciamik. Terjaganya kondisi likuiditas serta surplus neraca perdagangan karena tren harga komoditas menurutnya akan menjadi katalis positif bagi prospek SBN ritel pada tahun ini. Meski demikian, kupon yang akan ditawarkan pemerintah memainkan peran penting karena mampu menjadi daya tarik bagi investor.
Dia mengatakan pemerintah juga telah menyiapkan sejumlah instrumen untuk mengantisipasi kenaikan suku bunga global. Handy menuturkan pemerintah memiliki beberapa instrumen ritel seperti sukuk tabungan dan savings bond ritel yang memiliki karakteristik yang cocok dengan kondisi tersebut. Umumnya, sukuk tabungan dan savings bond ritel memiliki tingkat bunga yang mengambang (floating) dan tidak dapat diperdagangkan. “Menurut saya, dengan makin beragamnya instrumen obligasi dan sukuk ritel, prospek minat partisipasi masyarakat untuk membeli obligasi pemerintah akan tetap positif,” ujarnya. Senior Vice President Wealth Management KoinWorks Rachel Sugeha mengatakan setelah penjualan SR016, Rachel optimistis minat investor terhadap penerbitan SBN ritel masih baik dan disambut positif. Hal ini mengingat modal awal yang diperlukan tidak begitu tinggi dan dapat menjangkau masyarakat kelas menengah. Prospek SBN ritel juga ditopang oleh makin banyak anak muda investor pemula dengan tingkat literasi keuangan yang baik. “Kami meyakini SBN ritel masih akan menjadi salah satu opsi investasi yang dipertimbangkan,” katanya. Dia menambahkan potensi kenaikan suku bunga yang akan dilakukan bank sentral Amerika Serikat juga tidak akan mempengaruhi pasar SBN ritel secara signifikan. Hal ini seiring dengan kondisi pasar obligasi Indonesia yang didominasi oleh investor dalam negeri.
Lebih lanjut, Rachel berujar, bila risiko investasinya rendah dan kupon yang ditawarkan cukup menarik, investor domestik ke depannya masih memiliki minat yang tinggi pada SBN ritel. “KoinWorks juga akan selalu melakukan edukasi serta finansial literasi kepada calon investor sehingga awareness mengenai produk SBN diharapkan semakin meningkat,” ujarnya. Hal senada diungkapkan Corporate Secretary Bank Mandiri, Rudi As Aturridha. Dia mengatakan investor akan tetap mencari SBN ritel sepanjang tahun ini. Alasannya, prospek ekonomi Indonesia cukup solid mendorong minat masyarakat berinvestasi. “Didorong oleh fundamental ekonomi Indonesia yang relatif kuat dan diikuti oleh dukungan dari perbankan,” kata Rudi dikutip dari keterangan resmi. Rudi mengatakan dalam mendorong minat investor, Bank Mandiri telah melakukan beberapa strategi promosi salah satunya melalui media iklan yang berbasis daring termasuk mengoptimalisasikan saluran komunikasi Bank Mandiri seperti media sosial resmi dan pemasangan iklan yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Sumber: Bisnis Indonesia (23 Maret 2022)
Saham | 07-10-2021 | 08-10-2021 | (+/-) |
---|---|---|---|
ASII | 5,700.00 | 5,900.00 | 3.389% |
BBCA | 35,800.00 | 36,450.00 | 1.783% |
UNVR | 4,830.00 | 4,760.00 | -1.47% |