Merdeka Copper Gold (MDKA) akan menggelar rights issue bulan depan meski perseroan belum mengumumkan siapa entitas yang akan jadi pembeli siaga. Seberapa menarik aksi korporasi ini mengingat harga emas terus mendaki akibat kekhawatiran meluasnya dampak konflik antara Rusia dan Ukraina?
Langkah PT Merdeka Copper Gold Tbk. (MDKA) mengakuisisi tambang emas Gunung Pani bukan cuma membuka peluang, tapi juga tantangan peningkatan biaya aktivitas dan eksplorasi. Karenanya, tidak heran kalau perseroan menggodok rencana galang dana lewat penerbitan obligasi dan rights issue sekaligus. Khusus aksi korporasi yang terakhir disebut, MDKA terus memperbarui prospektusnya. Dalam pembaruan terakhir Rabu (23/2), manajemen memancang jadwal indikatif rights issue pada pekan ketiga Maret hingga awal April 2022. Tenggat tinggal sebulan lagi. Namun, di tengah periode yang kian mepet tersebut, perseroan belum juga mengumumkan adanya tanda-tanda pembeli siaga. Padahal, dana yang akan dikejar oleh perusahaan tidaklah kecil. Berdasarkan prospektus, MDKA mengincar duit maksimal Rp3,4 triliun lewat penerbitan 1,2 miliar lebih saham seharga Rp2.830 per saham. Dalam penjelasan kepada investor publik, manajemen mengamini mayoritas alokasi dana yakni sekitar 38% akan dipakai untuk modal kerja perusahaan anak. “Penyaluran dana kepada perusahaan anak akan dilakukan dalam bentuk pinjaman dengan memperhatikan syarat dan ketentuan wajar yang berlaku di pasar,” tulis manajemen, dikutip Rabu (23/2). Secara terpisah, MDKA juga mengalokasikan 28% dana lain untuk modal operasional Tambang Emas Tujuh Bukit dan Tambang Tembaga Wetar, serta eksplorasi di Tambang Tembaga Tujuh Bukit dan Proyek Emas Gunung Pani. Sekretaris Perusahaan MDKA Adi Adriansyah Sjoekri mengatakan pihaknya masih dalam proses diskusi dengan pihak-pihak terkait tentang kemungkinan keberadaan pembeli siaga.
“Apabila sudah ada perkembangannya akan dapat dilihat di keterbukaan informasi yang akan dilakukan oleh Merdeka selanjutnya,” katanya kepada Bisnis, Kamis (24/2).Masih belum finalnya nama pembeli siaga itu membuat pergerakan saham MDKA juga belum menonjol dalam beberapa sesi terakhir.. Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengatakan biasanya rights issue tanpa pembeli siaga memang kurang membuat pasar tergiur. “Investor biasanya melihat rights issue dari pembeli siaganya siapa. Karena dari sana paling gampang untuk mengukur akan ada perubahan rencana bisnis apa ke depannya,” tuturnya kepada Bisnis. Bila melihat posisi tawar dan sentimen yang kerap ditebar para investor besarnya, kemungkinan MDKA kedatangan pembeli siaga di saat-saat terakhir sebenarnya tidak mustahil. Sebagai gambaran, saat ini pemegang saham terbesar MDKA adalah kongsi Grup Saratoga dan Provident. Porsi saham terbesar dimiliki oleh PT Saratoga Investama Sedaya Tbk. (SRTG). Holding investasi yang terafiliasi dengan Menparekraf Sandiaga Uno tersebut masih aktif menggenggam 4,18 miliar lebih saham MDKA, atau setara 18,29%. Sementara itu, Grup Provident menggenggam kepemilikan 2,94 miliar lembar lebih atau 6,05% saham MDKA lewat PT Mitra Daya Mustika yang merupakan anak usaha PT Provident Capital Indonesia. Di luar kepemilikan lewat dua entitas tersebut, terdapat pula kepemilikan atas nama PT Suwarna Arta Mandiri. Suwarna Arta Mandiri merupakan perusahaan entitas anak PT Provident Agro Tbk. (PALM), yang merupakan entitas patungan Saratoga dan Provident. Itu semua belum termasuk kepemilikan atas nama konglomerat Garibaldi Thohir alias Boy Thohir. Bos Adaro tersebut memang memiliki beberapa irisan bisnis dengan Saratoga dan Provident, namun secara terpisah dirinya memiliki 1,38 miliar lembar atau 8,85% saham MDKA atas nama pribadinya. Selanjutnya, MDKA juga belum memberikan penjelasan apakah nama-nama besar di atas akan berkomitmen untuk mengeksekusi haknya. Secara terpisah, Bisnis juga sudah coba menghubungi manajemen Provident maupun Saratoga. Namun, belum ada jawaban sampai dengan artikel ini rilis.
Lepas dari minimnya penjelasan yang bikin investor publik minim gairah, Provident dan Saratoga sebenarnya telah menebar sinyal ketertarikan terhadap investasi jangka panjang di MDKA. Hal ini bisa dilihat dari pernyataan terbuka manajemen PALM dalam salah satu paparan publik akhir tahun lalu. “Dan yang jelas, kalau kami melakukan perubahan kepemilikan secara signifikan, pasti akan kami sampaikan lewat keterbukaan informasi,” imbuh Direktur Keuangan PALM Devin Ridwan. Pada akhir Desember 2021, MDKA juga kedatangan sosok investor strategis baru yakni Hong Kong Brunp Catl Co. Ltd. Perusahan asal Hong Kong yang merupakan afiliasi Contemporary Amperex Technology Co Limited (CATL) tersebut diklaim perseroan telah berkomitmen untuk berpartisipasi dalam rights issue MDKA. Usai rightsissue, CATL diklaim manajemen akan menjadi investor di atas 5% MDKA. “Selain melakukan investasi strategis di perusahaan kami, CATL dan MDKA berniat menjalin kemitraan strategis di Indonesia,” kata Wakil Direktur MDKA Simon Milroy.Menurut Simon, kerja sama CATL dan MDKA akan mengarah kepada pengembangan produk baterai kendaraan listrik. Pengembangan akan diwujudkan dalam pembentukan platform investasi untuk menanam modal di sektor rantai-rantai logam baterai. Kendati telah menyatakan komitmen tersebut, belum ada kepastian berapa nantinya porsi saham yang akan dikejar CATL. Nama entitas tersebut juga belum disebutkan dalam prospektus terbaru yang dipublikasikan MDKA. Tahun lalu, kinerja laba MDKA tergolong stagnan kendati pendapatan yang mereka raih mampu tumbuh dobel digit. Hal ini karena pembengkakan beban pokok pendapatan yang berkisar 25% secara tahunan. Rapor tersebut membuat sebagian analis masih ragu menjagokan emiten tersebut sebagai saham andalan di tahun ini. Analis Aldiracita Sekuritas Timothy Gracianov hanya mematok rating hold terhadap MDKA namun menaikkan target harganya dari Rp3.340 menjadi Rp3.760 per saham. Apabila kondisi perekonomian membaik, Timothy menilai daya tarik emiten tersebut masih ada.
Sumber : Bisnis Indonesia (2 Maret 2022)
Saham | 07-10-2021 | 08-10-2021 | (+/-) |
---|---|---|---|
ASII | 5,700.00 | 5,900.00 | 3.389% |
BBCA | 35,800.00 | 36,450.00 | 1.783% |
UNVR | 4,830.00 | 4,760.00 | -1.47% |