Persaingan untuk mendapatkan pangsa pasar menjanjikan bisnis paylater tak hanya dikuasai oleh perusahaan-perusahaan tekfin saja, melainkan juga oleh perbankan konvensional.
Bisnis penyedia jasa bayar tunda alias buy now pay later (BNPL/paylater) semakin digandrungi dan menjadi salah satu langkah strategis sebagai sumber pendapatan baru bagi sejumlah perusahaan. Berdasarkan laporan DSResearch Fintech 2021, paylater menempati posisi ketiga sebagai layanan terfavorit setelah e-money dan aplikasi investasi pada 2019. Menariknya, setahun kemudian, pada 2020 paylater naik satu tingkat ke peringkat kedua tepat di bawah uang elektronik. Beberapa faktor yang mendorong hal tersebut adalah lantaran kesenjangan pinjaman di Indonesia masih signifikan sedangkan penetrasi kartu kredit masih rendah yakni 5%. Berdasarkan data Bank Indonesia per Februari 2020, terdapat 17,61 juta kartu kredit yang beredar. Angka tersebut jauh lebih kecil dibandingkan dengan jumlah penduduk dan kartu kredit cenderung sulit diperoleh karena persyaratannya. Faktor selanjutnya adalah tren pertumbuhan konsumen e-commerce Indonesia dari tahun ke tahun yang terus meningkat. McKinsey dalam laporannya menyebut industri e-commerce di Indonesia diproyeksikan menjadi senilai US$40 miliar pada 2022. Hampir semua platform e-commerce di Indonesia meng-adopsi metode checkout BNPL dengan bermitra dengan berbagai penyedia teknologi financial atau tekfin (financial technology/fintech). Kredivo yang berkantor pusat di Jakarta menjadi salah satu pionir di segmen fintech BNPL sejak 2016, sementara pemain BNPL besar lainnya di tanah air termasuk Akulaku, Home Credit, Traveloka PayLater, dan Shopee PayLater. Metode pembayaran tunda atau paylater membawa banyak manfaat bagi merchant. Hal ini membantu vendor meningkatkan tingkat konversi dan nilai transaksi add-to-cart, serta menjangkau calon pelanggan baru. Pada 2020, sebanyak 55% pengguna e-commercebaru di Indonesia memilih untuk menggunakan opsi BNPL saat melakukan pembelian di platform e-commerce.
Sementara itu, menurut laporan dari Worldpay, perusahaan pemrosesan pembayaran yang dimiliki oleh FIS, mencatat transaksi e-commerce global mencapai US$4,6 triliun tahun 2020, naik 19%, dari 2019. Paylater menyumbang 2,1% atau sekitar US$97 miliar dari jumlah itu. Angka ini diperkirakan akan berlipat ganda menjadi 4,2% pada 2024 Perubahan kebiasaan belanja konsumen dan lonjakan adopsi e-commerce memberi pasar do-rongan yang signifikan. Hal itu merupakan keuntungan bagi sejumlah perusahaan. Peneliti ekonomi digital Institut for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda mengamini peningkatan belanja online memang mendorong berbagai layanan yang masuk ekosistem e-commerce mulai dari logistik hingga pembayaran. Terlebih paylater ini menjadi salah satu alternatif pembayaran selain kartu kredit. Dia melanjutkan jika dilihat dari data, angka penerbitan kartu kredit mengalami penurunan yang cukup tajam namun dari sisi fintech peer-to-peer (P2P) lending mengalami kenaikan yang signifikan. “Artinya ada dugaan pergeseran penggunaan kartu kredit ke paylater,” kata Nailul. Ke depannya, dia menilai perkembangan paylater masih akan masif. Hal tersebut didorong dengan aktivitas belanja online masyarakat yang terus meningkat. “Kemudian juga mulai masifnya pemain-pemain bank konvensional yang beralih ke bank digital yang menawarkan hal serupa. Terlebih juga bank digital saat ini masuk ke beberapa e-commerce,” katanya. Beberapa perusahan yang telah memanfaatkan paylatersebagai sumber pendapatan baru, di antaranya perusahaan pembiayaan bagian dari Akulaku Group, PT Akulaku Finance Indonesia. Bahkan metode tersebut banyak diminati oleh masyarakat. Menurut Presiden Direktur Akulaku Finance Indonesia Efrinal Sinaga, kondisi tersebut tercermin dari target pembiayaan Akulaku Finance sepanjang 2021 yang telah terlampaui. “Realisasi penyaluran pembiayaan Akukaku Finance sepanjang 2021 lalu mencapai sebesar Rp9,5 triliun dari target kita menyentuh Rp7 triliun.” Efrinal mengungkap bahwa pada tahun ini pihaknya akan mempertahankan momentum pertumbuhan, lewat menjangkau lebih banyak pengguna dan mengoptimalkan kolaborasi dengan ekosistem terkait share-holder, bank, dan investor. Sebagai informasi, Akulaku Grup selain memiliki Akulaku Finance sebagai multifi nance, juga memiliki e-commerce dengan nama yang sama, saham mayoritas di PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB) sebesar 24,98%, serta fintech peer-to-peer (P2P) lending PT Pintar Inovasi Digital (Asetku).
“Kami masih akan fokus mengakomodasi pembiayaan untuk mendukung sektor ekonomi digital, yang terus bertumbuh karena didorong kebutuhan masyarakat terhadap layanan contactless, paperless, dan cashless. Untuk tahun 2022 ini, target pembiayaan kami minimum menyentuh Rp11 triliun,” tambahnya. Sementara itu, PT FinAccel Finance Indonesia alias Kredivo yang berupaya mempertahankan wallet sharenya yang telah mencapai 50% di mayoritas merchant e-commerce Indonesia juga mengantisipasi moncernya transaksi di merchant offline dan platform digital di luar e-commerce. Sebelumnya, General Manager Kredivo Lily Suriani mengatakan pihaknya juga gencar melakukan espansi kemitraan ke beberapa merchant di luar e-commerce sepanjang 2021, seperti akses bayar tunda untuk tiket beberapa maskapai penerbangan, transaksi furnitur offline maupun onlinedi IKEA dan Ruparupa.com milik Kawan Lama Grup yang mencakup produk-produk Ace Hardware, Informa Furnishings, Toys Kingdom, atau Krisbow serta transaksi gawai di platform Samsung Financing. Untuk mengimbangi penggunaan kartu kredit dan tak ketinggalan tren, beberapa perbankan juga mulai ramai melakukan ekspansi pengembangan bisnis paylater. Misalnya saja, baru-baru ini PT Bank Oke Indonesia Tbk. (DNAR) melalui kerja sama dengan tekfin klaster multiguna, Indodana, PT Artha Dana Teknologi. Bank Oke alias OK Bank akan memberikan fasilitas pinjaman (channeling) untuk pengembangan bisnis Indodana PayLater di Indonesia, produk unggulan Indodana di segmen pembiayaan berskema BNPL.
Kami akan menggunakan fasilitas pendanaan ini untuk memperkuat dan memperluas akses penyaluran layanan Indo-dana PayLater untuk semakin meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia,” ujar CEO OK Bank Park Young Man melalui keterangan resminya. Dia mengatakan kerja sama yang terjalin antara Indodana dan OK Bank ini diharapkan dapat memperluas penyaluran fasilitas pendanaan bagi masyarakat Indonesia.Bahkan, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) juga menggandeng platform Shopee dan Traveloka. Direktur Keuangan Negara Indonesia (BNI) Novita Widya Anggraini mengklaim menjadi bank pertama di Indonesia yang bekerja sama dengan Traveloka dan Shopee yang baru dimulai pada Juli 2021. Melalui kerja sama itu, BNI melakukan penyaluran pinjam atau kredit kepada pengguna Shopee dan Traveloka yang memilih opsi pembayaran menggunakan cicilan saat melakukan transaksi. Novita pun menambahkan dengan adanya pengembangan bisnis paylater ini bisa menjadi mesin pertumbuhan bisnis BNI jangka panjang. Sementara itu, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) juga akan meningkatkan layanan pada aplikasi Livin’ by Mandiri dengan menghadirkan fitur paylater pada tahun ini. Wakil Direktur Utama Bank Mandiri Alexandra Askandar mengatakan bahwa pada tahun ini perseroan akan mengembangkan aplikasi super Livin’ dan Kopra by Mandiri dengan fungsi serta layanan yang lebih lengkap dibandingkan tahun lalu. “Seperti misalnya pada platform Livin’ akan dikembangkan fungsi wealth management dan penyaluran kredit atau paylater,” ujarnya, Kamis (27/1).
Sumber : Bisnis Indonesia (31 Januari 2022)
Saham | 07-10-2021 | 08-10-2021 | (+/-) |
---|---|---|---|
ASII | 5,700.00 | 5,900.00 | 3.389% |
BBCA | 35,800.00 | 36,450.00 | 1.783% |
UNVR | 4,830.00 | 4,760.00 | -1.47% |