Belanja Negara Tambah, Penerimaan Keteteran

Rabu, 08 May 2024

JAKARTA. Pemerintah masih punya pekerjaan rumah untuk memacu pendapatan negara. Pasalnya, laju penerimaan negara tahun ini diperkirakan tidak akan lebih tinggi dibandingkan realisasi tahun lalu. Dana Moneter Internasional (IMF), dalam laporan bertajuk Fiscal Monitor April 2024, memperkirakan rasio penerimaan negara terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2024 hanya berada di level 15,2%. Angka ini relatif tidak beranjak dari rasio penerimaan negara tahun lalu yang berada di level 15% PDB. Rasio penerimaan negara kita juga masih tertinggal dibandingkan negara tetangga. Misalnya rasio penerimaan negara Malaysia diproyeksikan 17,6% PDB dan Thailand setara 20,1% PDB (lihat tabel). Di anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2024, pemerintah menetapkan target penerimaan negara Rp 2.802,3 triliun, yang meliputi penerimaan pajak, bea dan cukai serta penerimaan negara bukan pajak (PNBP). IMF memandang, terbatasnya pertumbuhan penerimaan ke kas negara lantaran adanya peningkatan kebutuhan belanja yang tak diimbangi kemampuan pemerintah dalam menggali potensi penerimaan negara. "Proyeksi IMF didasarkan pada mempertahankan sikap fiskal netral ke depan disertai kebijakan perpajakan yang moderat dan reformasi administrasi, beberapa realisasi belanja dan peningkatan belanja modal secara bertahap selama jangka menengah sejalan dengan ruang fiskal," tulis IMF dalam laporannya yang diterima oleh KONTAN, Selasa (7/5).

Proyeksi IMF soal penerimaan negara tahun ini masih masuk akal. Pasalnya, hingga kuartal I-2024 penerimaan negara khususnya dari pos pajak masih seret. Sepanjang Januari - Maret 2024, realisasi penerimaan pajak Rp 393,9 triliun, turun 8,8% dari periode sama tahun lalu Rp 431,9 triliun. Sebaliknya, belanja negara telah mencapai Rp 611,9 triliun atau meningkat 18% dari periode sama tahun lalu. Jika kondisi tersebut tidak diantisipasi, maka risiko pelebaran defisit anggaran akan semakin terbuka lebar. Sementara itu, pos bea dan cukai juga tak lebih baik. Realisasi penerimaan kepabenan dan cukai senilai Rp 69 triliun atau 21,50% dari target. Penerimaan ini terkontraksi 4,5% yoy terutama dari penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) dan bea masuk. Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai Encep Dudi Ginanjar tak menampik perlambatan penerimaan bea masuk dan cukai yang mempengaruhi pencapaian target penerimaan tahun ini. Kendati begitu, pihaknya terus memacu kinerja fasilitas industri dan pengawasan untuk menjamin stabilitas ekonomi.

"Walaupun terdapat perlambatan di bea masuk dan cukai, kami tetap berupaya mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor kepabeanan dan cukai agar APBN dapat terus menjadi motor penggerak perekonomian Indonesia," tutur Encep, belum lama ini. Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Yusuf Rendy Manilet sependapat dengan proyeksi IMF. Menurut dia, sekitar 80% sumber penerimaan negara saat ini banyak disumbangkan oleh setoran pajak. Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab penerimaan pajak melandai, salah satunya koreksi harga komoditas. "Korelasi antara pajak dan harga komoditas relatif kuat sehingga ketika harga komoditas melandai, maka ikut mempengaruhi potensi penerimaan pajak," kata dia.

Sumber : Kontan 08 Mei 2024

 


One Line News

Investalearning.com
Admin (Online)