Lebih Seksi Anak Ketimbang Emak

Selasa, 07 May 2024

JAKARTA. Emiten holding dari sejumlah konglomerasi membukukan kinerja yang bervariasi pada kuartal I-2024. Top line dan bottom line sebagian emiten holding mampu menanjak, tapi ada juga yang justru melandai. Dari grup bisnis Astra, PT Astra International Tbk (ASII) mengalami penurunan kinerja Pendapatan mencapai Rp 81,2 triliun, turun 2,14% dibandingkan periode yang sama tahun lalu atau year on year (yoy). Laba bersih ASII ikut menyusut 14,35% menjadi Rp 7,46 triliun dalam tiga bulan pertama 2024. Dari Grup Barito milik taipan Prajogo Pangestu, pendapatan PT Barito Pacific Tbk (BRPT) merosot 4,93% menjadi US$ 618,59 juta di periode serupa. Secara bottom line, BRPT masih sanggup meraup laba bersih US$ 8,85 juta meski anjlok 61,98% secara tahunan. Sementara itu, perusahaan investasi milik Edwin Soeryadaya dan Sandiaga Uno, PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG) mampu menyusutkan kerugian. Rugi bersih SRTG di kuartal I-2024 menciut 41,45% secara tahunan menjadi Rp 2,57 triliun. Sedangkan induk Grup Emtek, PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) punya kinerja yang moncer. Pendapatan EMTK tercatat tumbuh 13,24% yoy menjadi Rp 2,48 triliun. Secara bottom line, EMTK membalikkan posisi rugi menjadi laba bersih Rp 259,39 miliar.

PT Multipolar Tbk (MLPL) dari Grup Lippo juga mampu mendongkrak kinerja. Penjualan MLPL tumbuh 20,71% yoy menjadi Rp 3,03 triliun, dan laba bersihnya menanjak 6,36% yoy menjadi Rp 31,24 miliar pada kuartal I-2024. Analis Stocknow.id Abdul Haq Alfaruqy menyoroti kinerja emiten holding yang bervariasi mencerminkan dinamika bisnis dari anak-anak perusahaannya. Secara umum, kinerja emiten konglomerasi juga akan dipengaruhi oleh kondisi makro ekonomi, kebijakan suku bunga, nilai tukar, hingga harga komoditas di pasar global. Abdul Haq mencontohkan kondisi suku bunga tinggi langsung menekan sektor otomotif yang masih dominan digerakkan oleh skema kredit. Situasi ini ikut menekan kinerja ASII bersamaan dengan normalisasi harga komoditas global dan kompetisi dari derasnya impor mobil listrik asal China. Sedangkan untuk perusahaan investasi seperti Saratoga Investama, kinerjanya akan lebih dipengaruhi oleh dinamika saham dan pembagian dividen dari anak-anak usahanya. "Secara keseluruhan pada kuartal I-2024 cukup banyak sentimen yang menerpa berbagai sektor," kata Abdul Haq kepada KONTAN, Senin (6/5).

Minat anak usaha

Performa saham sebagian emiten holding cenderung kurang diminati oleh para pelaku pasar. Tengok saja BNBR dan BHIT yang masih terlelap sebagai saham seharga gocap. Secara year to date. MLPL juga merosot ke level Rp 50-an, meski dalam dua perdagangan terakhir mulai menunjukkan tanda penguatan.Menurut Abdul Haq, para investor cenderung melihat emiten holding tidak terlalu menghasilkan capital gain yang menarik dibandingkan anak usahanya. Apalagi secara historis sebagian emiten holding mengalami tren bearish secara jangka panjang. Pengamat Pasar Modal dan Pendiri WH-Project, William Hartanto menambahkan, saham anak usaha lebih diminati ketimbang holding lantaran perolehan pendapatan dan laba hingga besaran dividen emiten holding juga tergantung kontribusi dari anak-anak usahanya. Orientasi pelaku pasar terhadap emiten holding, sebutnya, lebih bersifat jangka panjang. Sedangkan jika mengejar kenaikan harga, maka kecenderungannya fokus ke saham anak usaha. Apabila investor, sebutnya, ingin mengoleksi saham emiten holding, William menyarankan tetap cermati momentum teknikal. Rekomendasinya trading buy saham SRTG. Kemudian, bisa perhatikan peluang buy on weakness saham ASII dan spekulatif buy EMTK jika masih bertahan di atas support Rp 388. Abdul Haq turut menyarankan buy on weakness ASII dan beli SRTG. Rekomendasi dia, buy on weakness ASII di harga Rp 5.100 dengan target Rp 5.275–Rp 5.425, dan pertimbangkan stoploss jika menembus Rp 4.910. Kemudian beli SRTG di harga Rp 1.430 untuk target Rp 1.490–Rp 1.570, dan stoploss jika sudah jatuh ke bawah Rp 1.375 per saham.

Sumber : Kontan 07 Mei 2024

 


One Line News

Investalearning.com
Admin (Online)