Kejarlah Setoran Pajak Sampai ke Luar Negeri

Selasa, 07 May 2024

JAKARTA. Pemerintah Indonesia terus menggali potensi penerimaan negara dari sektor perpajakan. Salah satu strateginya adalah menggaet negara mitra dalam upaya mengejar setoran para wajib pajak yang memiliki aset di luar negeri. Dengan kata lain, para wajib pajak yang bandel tak bisa lagi berkelit untuk memenuhi kewajibannya. Pemerintah resmi menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 56/2024 untuk bisa memberikan dan meminta bantuan penagihan pajak dengan negara lain atau yurisdiksi mitra. Beleid ini merevisi Perpres Nomor 159/2014 tentang Pengesahan Convention on Mutual Administrative Assistance in Tax Matters(Konvensi tentang Bantuan Administratif Bersama di Bidang Perpajakan). Adapun revisi tersebut bertujuan agar pemerintah Indonesia dapat melakukan perjanjian kerja sama penagihan pajak berdasarkan Convention on Mutual Administrative Assistance in Tax Matters secara resiprokal dengan otoritas pajak negara atau yurisdiksi mitra. Adapun Perpres Nomor 159/2014 belum mengatur kerja sama bantuan penagihan pajak berdasarkan perjanjian internasional secara resiprokal. Aturan itu juga belum mengatur mengenai penarikan kembali pernyataan (declaration) yang dilakukan melalui notifikasi. Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Masyarakat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Dwi Astuti mengatakan perpres tersebut untuk mencabut reservasi Indonesia pada Convention on Mutual Administrative Assistance in Tax Matters (MAC) sehingga Indonesia bisa memberikan dan meminta bantuan penagihan pajak untuk negara atau yurisdiksi mitra terkait utang pajak penghasilan (PPh).

"Nantinya akan ada ketentuan turunan dari perpres tersebut," ujar Dwi kepada KONTAN, Senin (6/5). Dengan adanya perpres tersebut, Dwi menyebutkan, Ditjen Pajak Kemenkeu dapat melakukan tindakan penagihan pajak atas aset wajib pajak yang berada di luar negeri. Hal serupa juga dapat dilakukan oleh negara mitra di Indonesia sejalan dengan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dengan negara mitra tersebut. Sebelumnya, revisi perpres bantuan penagihan pajak tersebut juga sempat disinggung oleh Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Suryo Utomo pada konferensi pers Februari 2024. Dia mengatakan, untuk melaksanakan bantuan penagihan pajak, maka pemerintah Indonesia perlu merevisi perpres terlebih dahulu. "Karena ada satu perpres yang saat ini dalam proses, yaitu menghilangkan reservasi Indonesia mengenai aktivasi bantuan penagihan untuk tujuan perpajakan," kata Suryo.

Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono menjelaskan, Perpres 56/2024 merupakan salah satu bentuk produk hukum ketika pemerintah Indonesia meratifikasi perpanjian internasional di bidang perpajakan. Dia bilang, rujukan aturannya ada di Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2020 tentang Perjanjian Internasional. Prianto menyampaikan, pembaruan mendasar dari perjanjian yang lama terhadap perjanjian yang baru tersebut ada pada dua hal. Pertama, kerja sama bantuan penagihan secara timbal balik (resiprokal). Kedua, penarikan kembali pernyataan (declaration) yang telah ditetapkan pemerintah Indonesia di setiap saat melalui notifikasi. "Jadi, ratifikasi di Perpres 56/2024 juga tidak terlepas dari Pasal 20A UU KUP (Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan). Artinya Ditjen Pajak sudah memiliki payung hukum legal untuk melakukan penagihan secara aktif," terang Prianto.

Sumber : Kontan 07 Mei 2024

 


One Line News

Investalearning.com
Admin (Online)