Reksadana Saham Memble Akibat Anomali di Bursa

Selasa, 07 May 2024

JAKARTA. Banyak investor reksadana saham yang menggerutu karena membukukan hasil minus dalam beberapa tahun terakhir. Rupanya, salah satu penyebab minusnya kinerja reksadana saham adalah akibat para pengelola dana yang kehilangan indikator saham acuan dan anomali yang terjadi di bursa saham. Sebagai gambaran, laju sejumlah indeks yang mengukur kinerja reksadana saham di Tanah Air berada di posisi minus. Misalnya, Infovesta Equity Fund Index yang -16,05% dan Infovesta 90 Equity Fund Index -13% dalam kurun waktu 2019-2023. Direktur Batavia Prosperindo Aset Manajemen Eri Kusnadi mengakui, kinerja reksadana saham secara umum memang ketinggalan dibanding IHSG. Pasalnya, ada pergerakan yang tidak selaras antara konstituen IHSG dan yang menjadi portofolio reksadana saham. IHSG diisi oleh hampir 1.000 saham. Segala macam saham ada di sana, yang baik-buruk, jelek-bagus, likuid-tidak likuid, hingga profit-tidak profit. Sementara reksadana saham tidak bisa memiliki semuanya. "Rata-rata reksadana saham hanya memuat 30-50 saham yang pilihannya tergantung strategi dan kebijakan investasi masing-masing manajer investasi," tutur Eri. IHSG juga punya pendongkrak yang berbeda dengan reksadana saham. Bryan Soetopo, Investment Specialist Sucor Asset Management menunjuk saham-saham Grup Barito, seperti BREN dan TPIA, yang mempunyai bobot besar ke IHSG, dan mencapai all-time high pekan lalu.

"Tidak banyak produk reksadana saham yang memiliki saham-saham Grup Barito. Oleh karena itu banyak reksadana saham yang sedang tertinggal," katanya. Selain saham Grup Barito, Research Analyst Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani juga menunjuk saham GOTO dan AMMN yang membikin selisih kinerja reksadana saham dan IHSG kian melebar. Saham-saham ini mempunyai bobot yang besar ke IHSG, meski cuma AMMN yang masuk ke indeks LQ45 per 2 Mei 2024. "Para manajer investasi yang mengutamakan likuiditas tidak bisa masuk saham-saham seperti itu," ujar Arjun. Meski begitu, Direktur Panin Asset Management Rudiyanto masih yakin reksadana saham menjadi pilihan investasi menarik untuk jangka panjang. Pasalnya, ada potensi penurunan suku bunga di tahun ini atau 2025 yang dapat menjadi sentimen positif. Selain itu, masih terdapat reksadana saham dengan kinerja di atas rata-rata. Untuk itu, calon investor sebaiknya lebih dulu mencari informasi soal produk yang akan dibeli. Direktur Eksekutif Asosiasi Pelaku Reksa Dana Investasi Indonesia (APRDI) Mauldy Rauf Makmur juga percaya, kinerja reksadana saham dapat optimal dalam jangka panjang. "Potensi kenaikannya sesuai dengan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Kami optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan terus meningkat," ucap Mauldy. Menurutnya, reksadana saham yang memuat emiten berkapitalisasi besar bisa jadi andalan. Sebagai bentuk diversifikasi, pelaku pasar dapat melirik reksadana saham yang berisi saham-saham lapis kedua atau reksadana berbasis saham-saham tematik. Pilihan lainnya adalah reksadana indeks yang kinerjanya biasanya sejalan dengan indeks yang jadi acuan.

Sumber : Kontan 07 Mei 2024

 


One Line News

Investalearning.com
Admin (Online)