Pesta Berlalu, Ekonomi Butuh Bahan Bakar Baru

Selasa, 07 May 2024

JAKARTA. Sesuai perkiraan, Indonesia mencatatkan pertumbuhan ekonomi di level 5% pada kuartal I-2024. Ke depan, pemerintah perlu mewaspadai dan mengantisipasi sejumlah tantangan yang semakin kompleks dan berpotensi menahan laju ekonomi nasional hingga akhir 2024. Badan Pusat Statistik (BPS) kemarin mengumumkan perekonomian Indonesia pada kuartal I-2024 tumbuh 5,11% year-on-year (yoy). Pertumbuhan ini meningkat dari kuartal IV 2023 sebesar 5,04%, juga lebih baik ketimbang kuartal I-2023 sebesar 5,04%. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan, di tengah ketidakpastian global, ekonomi Indonesia dapat menunjukkan daya tahannya, terlihat dari pertumbuhan pada kuartal I2024. Kualitas pertumbuhan juga meningkat, tecermin pada penciptaan lapangan kerja sehingga mampu menurunkan tingkat pengangguran terbuka (TPT) ke level di bawah pra pandemi Covid-19. "Ke depan, APBN akan terus dioptimalkan untuk menjaga stabilitas ekonomi, mendorong akselerasi pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja," ujar Sri Mulyani Indrawati dalam keterangan resminya, Senin (6/5).

Di tengah optimisme itu, para ekonom mewanti-wanti agar pemerintah mewaspadai perlambatan ekonomi nasional. Sejumlah ekonom yang dihubungi KONTAN memproyeksikan pertumbuhan ekonomi di sepanjang 2024 berkisar 4,8%-5,1%. Adapun mediannya berada di level 5,04% Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengingatkan, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi pada kuartal I-2024 belum tentu terulang di kuartal-kuartal selanjutnya. Sebab, pada kuartal selanjutnya tidak ada momentum seperti Pemilu 2024 dan Ramadan. Momentum pemilu memang menyebabkan belanja pemerintah meningkat untuk menunjang pesta politik tersebut. Selama ini, pertumbuhan ekonomi masih ditopang konsumsi. Belanja pemerintah juga naik karena ada tunjangan hari raya (THR) Ramadan bagi ASN, TNI/Polri dan pensiunan, serta ada kenaikan gaji di awal 2024. Belanja pemerintah pada kuartal I-2024 naik 18% dibanding periode sama tahun lalu menjadi Rp 611,9 triliun. "Belanja negara tumbuh 18%, tapi pendapatan turun 4,1% (menjadi Rp 620 triliun). Ini berarti kapasitas pemerintah untuk mendorong pertumbuhan lebih terbatas (ke depannya). Apalagi ada tren kenaikan harga minyak dan pelemahan rupiah," ungkap David, kemarin.

Alhasil, harapan utama pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi adalah mengandalkan ekspor komoditas. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi negara mitra dagang Indonesia seperti China yang tumbuh membaik 5,3% di kuartal I-2024. "Tanda-tanda pemulihan komoditas sudah mulai terlihat pada data ekspor Maret, yang jika berlanjut bisa menopang neraca dagang," ungkap David. Ada pula harapan dari pelaksanaan pilkada pada November nanti. Tapi secara umum, Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto melihat, pertumbuhan ekonomi ke depan lebih rendah karena momentum Ramadan dan pemilu sudah berlalu. Di saat yang sama, harga bahan bakar minyak (BBM) berpeluang naik akibat konflik panas di Timur Tengah. "Tantangan lain adalah stabilitas rupiah, inflasi pangan di JuliAgustus (faktor alam) dan Desember," tutur Eko. Belum lagi ada risiko gangguan rantai pasok akibat konflik di Timur Tengah.

Sumber : Kontan 07 Mei 2024

 


One Line News

Investalearning.com
Admin (Online)