Kenaikan BI Rate Merembet ke Fiskal

Senin, 06 May 2024

JAKARTA. Pemerintah mulai mengantisipasi efek kenaikan bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) ke sejumlah sektor, termasuk ke surat utang. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mewanti-wanti dampak kenaikan BI Rate di level 6,25% terhadap kinerja fiskal, khususnya yang berkaitan dengan imbal hasil (yield) surat utang yang harus dibayarkan oleh pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah akan terus melakukan pengelolaan utang secara berhati-hati. "Kita juga mewaspadai sesudah kuartal I, terutama pada April, banyak terjadi berbagai dinamika yang juga direspons oleh Bank Indonesia seperti kenaikan policy rate-nya BI dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI)," ungkap Sri Mulyani dalam Konferensi Pers Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), akhir pekan lalu (3/5). Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution (Iseai) Ronny P Sasmita mengatakan bahwa kenaikan suku bunga Bank Indonesia dimaksudkan untuk menahan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang terjadi dalam waktu sebulan terakhir. Langkah tersebut agar arus keluar dana asing (capital outflow) tidak terus berlanjut. "Bursa saham dan rupiah meresponsnya dengan cukup positif di saat BI menaikkan suku bunga 25 basis poin, karena akan bagus untuk pasar surat utang dan pasar modal nasional," ujar Ronny kepada KONTAN, Minggu (5/5). Menurut dia, ancaman capital outflow akan mereda sehingga dana asing bertahan bahkan kembali ke pasar domestik. "(Kebijakan kenaikan BI Rate) bagus untuk pasar finansial kita," imbuh Ronny. Hanya saja, kata dia, kenaikan suku bunga acuan yang sudah melewati 6% ini menjadi berita buruk bagi sektor riil dan investasi. Pasalnya, cost of credit akan naik sehingga biaya investasi ikut meningkat. "Di sisi lain, bunga surat utang yang harus dibayarkan juga ikut meningkat, yang akan membebani APBN (anggaran pendapatan dan belanja negara) kita." jelas Ronny.

Sementara itu, Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet berpendapat, menaikkan suku bunga acuan tentu akan berdampak terhadap ongkos pembiayaan yang relatif lebih tinggi, sehingga dalam kondisi tersebut beberapa pelaku usaha akan memikirkan ulang ketika akan menggelar ekspansi usaha atau melakukan investasi di era suku bunga tinggi. Di sisi lain, meningkatnya ongkos pendanaan juga bisa memberikan imbal hasil yang harus disesuaikan oleh pemerintah ketika ingin menerbitkan surat utang."Pemerintah tentu perlu merespons dengan meningkatkan imbal hasil dan peningkatan imbal hasil ini juga menurut saya akan mempengaruhi penyesuaian kebijakan utang pemerintah, terutama dalam jangka menengah hingga panjang," kata Yusuf.

Sumber : Kontan 06 Mei 2024

 


One Line News

Investalearning.com
Admin (Online)