Utang pemerintah Bakal Tembus 40% PDB

Kamis, 25 Apr 2024

JAKARTA. Pemerintah siap mengerek rasio utang pada tahun depan. Hal ini sejalan dengan melebarnya target defisit anggaran tahun 2025. Dalam dokumen Rancangan Awal Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025, pemerintah mematok rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) di kisaran 39,77% hingga 40,14%. Angka ini meningkat dibandingkan target 2024 sebesar 38,26% dan lebih tinggi dari realisasi tahun lalu sebesar 38,98%. Bahkan angka ini mendekati level saat pandemi Covid-19 pada 2021 yang tercatat sebesar 41% PDB. Kenaikan rasio utang itu sejalan dengan defisit anggaran yang ditargetkan melebar. Defisit anggaran pada 2025 ditaksir 2,45%-2,8% terhadap PDB, meningkat dari tahun ini yang ditargetkan 2,29%. Dokumen RKP 2025 menyebutkan, postur APBN 2025 diarahkan mendorong produktivitas dengan memberikan ruang fiskal yang cukup besar untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi. Pada tahun depan, ekonomi ditargetkan tumbuh 5,3%-5,6%, lebih tinggi dari target di APBN 2024 yang sebesar 5,2%. Adapun pembiayaan bersumber dari utang maupun non-utang. Pembiayaan utang diarahkan pada penerbitan surat berharga negara (SBN) dan pinjaman. Sementara pembiayaan non-utang diarahkan pada optimalisasi kemitraan pemerintah dan badan usaha dan blended finance yang berkelanjutan.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menyatakan, target rasio utang pada tahun depan masih dalam proses penyusunan, yang akan dimulai dari penyusunan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF). "Lalu ada RKP. Ini nanti prosesnya di DPR," ujar Febrio di kantor Kemenkeu, Rabu (24/4). Peneliti ekonomi dari Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet melihat, kebijakan di 2025 akan ekspansif karena pemerintahan baru punya beberapa kebijakan anyar. Hal ini akan menambah pos anggaran belanja dan berdampak terhadap defisit anggaran serta utang. Namun, menurut dia, kenaikan pembiayaan utang harus dipastikan dapat menggerakkan perekonomian sehingga bisa tumbuh lebih tinggi. Sementara itu, "Saya kira peningkatan utang dari kebijakan belanja yang ekspansif itu belum bisa mendorong pertumbuhan ekonomi ke level yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi saat ini," kata Yusuf.

Sumber : Kontan 25 April 2024

 


One Line News

Investalearning.com
Admin (Online)