Defisit Transaksi Berjalan Berpotensi Melebar

Rabu, 24 Apr 2024

JAKARTA. Indonesia memang masih mencatatkan surplus neraca perdagangan pada Maret tahun ini, yakni mencapai US$ 4,47 miliar. Hanya saja, pemerintah mesti mencermati neraca transaksi berjalan (current account) yang berpotensi defisit pada kuartal pertama tahun ini. Bahkan, neraca transaksi berjalan Indonesia bisa mengalami defisit lebih dalam hingga kuartal II-2024. Transaksi berjalan cenderung defisit lantaran surplus Indonesia menciut. Di sisi lain, ada potensi peningkatan impor, pembayaran dividen hingga pelemahan harga komoditas di pasar global. Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menganalisis, defisit neraca transaksi berjalan akan mencapai 0,38% dari produk domestik Bruto (PDB) pada kuartal I-2024. "Current account pada kuartal I-2024 kami prediksi akan defisit 0,38% dari PDB," tutur Josua kepada KONTAN, Selasa (23/4). Perkiraan tersebut sejalan dengan surplus neraca perdagangan yang mencapai US$ 7,31 miliar pada kuartal I-2024. Angka tersebut turun dari surplus neraca perdagangan pada kuartal I-2023 yang mencapai US$ 12,11 miliar.

Dalam tiga kuartal terakhir (kuartal II-2023, kuartal III-2023 dan kuartal IV-2023), Indonesia memang selalu mencatatkan defisit transaksi berjalan. Secara berturut-turut, transaksi berjalan Indonesia mencetak defisit 0,64%, 0,30% dan 0,38% terhadap PDB. Adapun defisit neraca transaksi berjalan diprediksi terus meningkat pada kuartal II-2024. Josua melihat, defisit neraca transaksi berjalan di kuartal kedua tahun ini akan melebar menjadi 0,92% dari PDB. Perkiraan tersebut sejalan dengan prediksinya yang menyatakan bahwa surplus neraca perdagangan pada kuartal II-2024 akan terus menyusut, atau mencapai US$ 6,11 miliar. Penyusutan ini sejalan dengan pelemahan harga komoditas ekspor dan tetap solidnya impor di tengah positifnya outlook permintaan domestik Indonesia. "Selain karena faktor penyusutan surplus neraca dagang, neraca transaksi berjalan akan melebar karena adanya peningkatan pembayaran dividen dan kupon ke non-resident (pelebaran defisit primary income balance)," jelas Josua.

Waspada harga minyak

Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual juga memproyeksikan neraca transaksi berjalan akan mengalami defisit pada kuartal I-2024 karena melemahnya impor seiring dengan harga komoditas yang masih tertekan, meskipun pada kuartal tersebut impor meningkat karena ada Idulfitri dan Pemilu. "Di sisi lain, pembayaran keluar negeri (imbal hasil, dividen dan lainnya) juga banyak dilakukan pada kuartal pertama ini," tutur David kepada KONTAN, Selasa (23/4). Dia memperkirakan defisit neraca transaksi berjalan akan 0,61% dari PDB di kuartal pertama tahun ini. Meski begitu, David melihat ada peluang neraca transaksi berjalan akan berpotensi menjadi surplus pada kuartal II-2024, dengan syarat harga komoditas global kembali pulih dan meningkat. Kinerja ekspor ke depan harus didorong jika ada perbaikan harga komoditas. Meski begitu, pemerintah perlu waspada jika harga minyak mentah menanjak karena akan mempengaruhi kinerja impor, sehingga neraca perdagangan mungkin masih surplus meski tidak setinggi sebelumnya. "Transaksi berjalan di kuartal II-2024 kalau pemulihan harga komoditas terus berjalan juga bisa surplus tipis," imbuh David.

Sumber : Kontan 24 April 2024

 


One Line News

Investalearning.com
Admin (Online)