Tantangan Berat di Masa Transisi Pemerintahan

Selasa, 23 Apr 2024

JAKARTA. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) kemarin, menyudahi salah satu ketidakpastian politik yang membayangi ekonomi Indonesia. Jika tak ada aral melintang, pasangan calon presiden dan calon wakil presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka akan dilantik Oktober 2024, menggantikan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin. Meski begitu, pemerintahan di masa transisi 2024-2025 akan diliputi sejumlah ganjalan. Efek perang, lonjakan harga minyak, ancaman inflasi, ekonomi global, bunga tinggi, koreksi rupiah hingga pelemahan daya beli masyarakat berpotensi menekan perekonomian nasional hingga tahun depan. Dengan kata lain, pemerintah baru bakal menghadapi ujian berat dalam menyusun dan mengelola anggaran negara tahun depan. Prabowo-Gibran juga mengusung sejumlah program yang telah dijanjikan saat kampanye dan harus dijalani. Sebut saja, program makan siang gratis yang hingga kini masih menuai pro dan kontra, terutama perdebatan seputar pendanaannya yang dinilai akan membebani anggaran negara. Pemerintah juga sudah memulai pembicaraan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokokpokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) 2025. Baru saja, disusun Rancangan Awal Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025. Dalam dokumen itu, pemerintah memasang target pertumbuhan ekonomi 2025 sebesar 5,3%-5,6% dengan target inflasi 1,5%-3,5%. Pemerintah juga menetapkan target nilai tukar rupiah Rp 15.000–Rp 15.400 per dolar Amerika Serikat (AS) dan cadangan devisa akhir 2025 di rentang US$ 149,5 miliar–US$ 153,7 miliar (lihat tabel).

Setelah penyusunan KEM PPKF, kementerian dan lembaga (K/L), termasuk Kemenkeu akan menyampaikan postur anggaran masing-masing K/L. "Sesudah itu, dalam agenda penyusunan APBN nanti akan dibahas lebih detail lagi," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, kemarin, tanpa menjelaskan strategi pemerintah mengatasi ketidakpastian. Direktur Ekonomi Digital Center of Economics and Law Studies (Celios) Nailul Huda melihat, Prabowo-Gibran masih akan melanjutkan program pemerintahan Joko Widodo, mulai dari proyek hilirisasi hingga infrastruktur, termasuk melanjutkan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN). Namun, hingga kini pemerintah masih kesulitan menggaet investor global kakap di proyek IKN. Sementara program baru Prabowo-Gibran makan siang gratis, justru akan menguras Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dus, utang akan menjadi andalan pemerintah untuk memenuhi pembiayaan. "Jika kebijakan masih ugal-ugalan, utang bisa naik 1,5 kali hingga dua kali lipat pada 2029. Ini yang harus kita kawal," tandas Huda. Sebenarnya, ada jalan bagi Prabowo-Gibran untuk membiayai programnya, yakni mencabut subsidi bahan bakar minyak (BBM). Namun hal ini punya konsekuensi, yakni inflasi melonjak, sehingga masyarakat miskin bertambah. Belum lagi risiko politik yang bakal muncul.

Aneka konsekuensi tersebut tak sebanding dengan efek program makan siang gratis yang nyatanya juga bisa salah sasaran. "Saya prediksi, makan siang gratis untuk 100% ibu hamil, siswa dan santri Indonesia tak akan berhasil hingga tahun 2029. Paling mentok menyasar 51% dari target tahun 2029. Beban APBN kita terlampau besar jika dipaksakan untuk 100% target penerima," ucap Huda. Dia memprediksi, lewat berbagai program lanjutan maupun program baru PrabowoGibran, ekonomi Indonesia masih akan beranjak jauh dari kisaran 5%. Di 2025, pemerintah mematok pertumbuhan ekonomi 5,3%-5,6%. Direktur Eksekutif Indef Esther Sri Astuti mengingatkan pemerintah harus memitigasi risiko fluktuasi ekonomi akibat kejutan di pasar global yang semakin banyak dan tak terduga, termasuk imbas ketegangan di Timur Tengah. Ekonom Universitas Indonesia Bambang Brodjonegoro mengingatkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa turun ke level 4,8%-4,6% akibat konflik Timur Tengah. Namun ada harapan ekonomi tumbuh 5%, yakni memacu konsumsi domestik saat penyelenggaraan pilkada November 2024.

Sumber : Kontan 23 April 2024

 


One Line News

Investalearning.com
Admin (Online)