Rupiah Makin Ambrol, Industri Bakal Tekor

Selasa, 16 Apr 2024

JAKARTA. Tantangan yang dihadapi pebisnis di dalam negeri seakan tak ada habisnya. Selain dihadapkan pada kondisi ekonomi dan geopolitik global yang tak bersahabat, dunia usaha juga mulai mengkhawatirkan efek pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Berdasarkan pantauan di laman Google Finance, nilai tukar dolar AS telah menembus level Rp 16.057, pada Senin (15/4) sore. Terkulainya nilai tukar mata uang Garuda ini bisa menimbulkan efek serius bagi dunia usaha, khususnya sektor manufaktur. Pasalnya, banyak bahan baku dan bahan penolong industri manufaktur yang masih dipenuhi dari impor.Terkaparnya rupiah otomatis melambungkan harga barang impor. Tak terkecuali harga bahan baku industri. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W. Kamdani mengatakan, pelemahan rupiah berdampak negatif bagi industri manufaktur yang masih memerlukan impor bahan baku dan barang modal. "Sekitar 70% dari total impor nasional adalah impor bahan baku yang mana jumlahnya akan naik menjadi 80% bila ditambah dengan impor barang modal," ujar Shinta kepada KONTAN, Minggu (14/4). Sebagai gambaran, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, impor bahan baku/penolong sepanjang 2023 sebesar US$ 161,16 miliar.

Dengan melemahnya rupiah, pelaku industri harus menanggung kenaikan overhead cost dari kegiatan impor bahan bakunya. Jika kondisi ini berlangsung lebih dari satu bulan, besar kemungkinan harga produk manufaktur mengalami kenaikan di pasar. Industri farmasi menjadi salah satu sektor yang terdampak oleh pelemahan kurs. Direktur Eksekutif Gabungan Perusahaan (GP) Farmasi, Elfiano Rizaldi menyatakan bahwa hampir 90% bahan baku produk farmasi masih diimpor dari luar negeri. "Dengan gejolak nilai tukar ini, perusahaan farmasi sulit menghitung kebutuhan impor dan merancang pendapatan," ungkap Elfiano, Senin (15/4). Jika pelemahan rupiah berlangsung lama, maka daya tahan industri farmasi bakal tergerus. Ujung-ujungnya, mereka pun bersiap mengerek harga jual produk. Produsen pendingin refrigerasi juga terpapar pelemahan rupiah. Pasalnya, banyak bahan baku industri ini yang masih diimpor. "Jika terus berlanjut akan ada penyesuaian harga produk pendingin," kata Andy Arif Widjaja, Sekretaris Jenderal Perkumpulan Perusahaan Pendingin Refrigerasi Indonesia (Perprindo). Perprindo berharap rupiah bisa kembali di bawah Rp 16.000 per dollar AS, sehingga tak mengganggu kelangsungan industri. Ketua Umum Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI), Subandi bilang, nilai rupiah yang ideal bagi pelaku industri berada dalam rentang Rp 15.000-Rp 15.500 per dollar AS. "Jika tetap Rp 16.000 maka industri kesulitan mengimpor bahan baku karena harganya mahal. Di sisi lain daya beli masyarakat juga masih lemah," kata Subandi.

Sumber : Kontan 16 April 2024

 


One Line News

Investalearning.com
Admin (Online)