Utak Atik Aturan Perdagangan di Bursa Efek Indonesia

Senin, 15 Apr 2024

Papan pemantauan khusus di Bursa Efek Indonesia (BEI) sudah ada sejak 12 Juni 2023. Awalnya, hanya untuk emiten dengan likuiditas perdagangan rendah, yaitu nilaidan volume transaksi rata-rata harian selama enam bulan terakhir kurang dari Rp 5 jutadan 10.000 saham. Saham-saham papan pemantauan khusus diperdagangkan menggunakan periodiccall auction, tidak berkesinambungan (continuous auction) seperti saham lain. Kemudian papan pemantauan khusus tahap II mulai 25 Maret 2024. Tapi kali ini untuk seluruh 11 kriteria atau full call auction (FCA), tidak hanya saham yang bermasalah likuiditas. Semua saham yang terkena satu atau lebih kriteria yang ditetapkan kini diperdagangkan dengan auto rejection 10% di luar pasar reguler. Kesebelas kriteria itu adalah harga rata-rata enam bulan terakhir kurang dari Rp 51, opini audit disclaimer, tidak ada pendapatan, perusahaan tambang yang belum punya pendapatan dari usaha mereka hingga tahun keempat initial public offering (IPO). Kemudian ekuitas negatif, free float kurang, likuiditas perdagangan rendah, perusahaan mengalami Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) atau pailit, anak perusahaan yang kontribusi pendapatannya material terkena PKPU, terkena penghentian sementara perdagangan lebih dari satu hari bursa dan kondisi lain yang ditetapkan bursa setelah persetujuan atau perintah Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Berbeda dengan order di papan reguler yang transparan, order beli/jual para investor/trader untuk 221 saham papan pemantauan khusus dikumpulkan dan dipasangkan pada selang waktu tertentu secara buta (blind order). Hanya harga indikatif dan volume indikatif (indicative equilibrium price/volume) yang ditampilkan. Menurut regulator, FCA bukan sesuatu yang baru dan sudah banyak diterapkan di bursa global terutama untuk memantau saham-saham dengan likuiditas terbatas. Adanya aturan ini diharapkan mengurangi volatilitas saham, mengingat harga ekuilibrium telah menghitung keseluruhan order book, tidak hanya order book besar. Maka, pejabat bursa dan otoritas meyakini penerapan FCA ini akan meningkatkan transaksi harian dan pembentukan harga yang lebih baik serta melindungi investor dari volatilitas harga pasar. Namun, aturan perdagangan ini malah menimbulkan kegaduhan di pasar. Trader ramai memprotes, karena berapa banyak order beli dan jual dan dari berapa orang menjadi tidak kelihatan.

Investor yang masih memegang saham-saham itu ketakutan karena bid-offer hilang, digantikan pembentukan harga yang tidak transparan. Investasi saham menjadi ajang spekulasi, keluh mereka. Wajar saja jika para trader dan investor tidak nyaman. Mengingat mereka sudah terbiasa dengan bid-offer yang transparan (bias familiarity) selain karena ketidakjelasan pembentukan harga di FCA (bias ambiguity aversion). FCA sungguh menuai kontroversi dan sempat membuat pasar melakukan aksi panic selling saham-saham bertanda X. Berdasarkan berita Kontan, ada 105 saham dari 221 saham papan pemantauan khusus yang harganya ambles pada perdagangan di akhir bulan lalu. Sementara yang harganya naik sangat sedikit. Di antaranya JECC dan MASA serta dua saham yang berhasil keluar dari papan pemantauan khusus, yaitu CGAS dan SCCO. Di media sosial juga beredar kabar dan daftar 69 saham yang harganya jatuh 30% atau lebih di awal bulan ini. Yang lebih menyedihkan, tercatat sejarah baru di BEI. Itu ketika harga dua saham menyentuh titik terendah Rp 1. Berdasarkan Bloomberg, saham SBAT dan MKNT sempat diperdagangkan di harga terendah pada 25-26 Maret 2024 lalu. Jika Anda sempat membeli kedua saham pada saat itu, Anda meraup untung besar. Harganya naik 100% menjadi Rp 2 sepekan kemudian. Lalu saham-saham yang harganya menuju Rp 1 juga semakin banyak. Sedikitnya ada 15 saham lain yang harganya sudah di bawah Rp 10. Mereka adalah ARTI dan HADE (Rp 3), TOPS (Rp 4), EPAC, MDRN, MIRA, REAL (Rp 5), DADA, DEAL, MTPS (Rp 6), TAMU (Rp 7), LAPD, MGNA, TAMA, dan TARA (Rp 8).

Memang, sudah merupakan tugas regulator mengutak-atik peraturan perdagangan untuk mempengaruhi enam karakteristik pasar, yaitu likuiditas, biaya transaksi, harga, volatilitas, asimetri informasi, dan keuntungan investor di pasar keuangan. Namun, sudah semestinya juga regulator mendengar pandangan dan aspirasi para trader, investor dan anggota bursa. Hal ini untuk kebaikan bersama. Apakah mereka lebih suka harga yang stagnan di Rp 50 tanpa bisa menjual karena tidak ada likuiditas. Sehingga unrealized loss tidak membengkak seperti dulu. Atau bisa menjual tetapi pada harga yang lebih rendah dengan FCA? Kekhawatiran utama saya dengan FCA adalah munculnya perusahaan yang IPO, kemudian sengaja membuat dirinya bertato dan masuk papan khusus pemantauan agar harganya terjun bebas. Dengan demikian, para pendiri bisa buy back sahamnya di harga rendah. Maka, sudah waktunya memperketat IPO dan investor juga harus ekstra hati-hati. Setelah beberapa emiten anyar dapat keluar, masih ada 17 saham yang baru IPO di tahun 2022-2024 masuk papan pemantauan khusus di awal bulan ini. Umumnya mereka terkena kriteria 1.

Di mata saya sebagai investor dan pengamat saham sejak awal tahun 2000-an, aturan FCA mungkin yang paling banyak menuai kritik. Sejatinya semua aturan perdagangan dibuat untuk satu atau lebih tujuan berikut. Yaitu meningkatkan likuiditas, nilai transaksi harian, menurunkan volatilitas pasar, membuat harga informatif, mengurang asimetri informasi, menekan biaya transaksi, dan memberikan kesempatan investor memperoleh keuntungan yang diharapkan. Saat ini yang terjadi justru sebaliknya. Informasi semakin buram karena terjadinya harga kurang transparan, harga semakin volatil, dan investor/trader semakin sulit mendapatkan keuntungan. Jika sudah begini, mungkin kita sulit berharap, rata-rata nilai transaksi harian (RNTH) bisa kembali seperti tahun 2022 dengan Rp 14,7 triliun. Nah, masih dalam suasana lebaran, perkenankan saya mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1445 H. Mohon maaf lahir dan batin.

Sumber : Kontan 15 April 2024

 


One Line News

Investalearning.com
Admin (Online)