JAKARTA. Pemerintah kembali memberikan relaksasi pelunasan pita cukai selama 90 hari (tiga bulan) dari normalnya dua bulan. Kebijakan ini berlaku mulai 18 Januari 2024. Kebijakan ini diatur melalui Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai (Perdirjen) Nomor PER-2/BC/2024 tentang Petunjuk Teknis Penundaan Pembayaran Cukai Untuk Pengusaha Pabrik atau Importir Barang Kena Cukai yang Melaksanakan Pelunasan dengan Cara Pelekatan Pita Cukai. Dalam aturan itu, pemberian kembali relaksasi pelunasan pita cukai selama 90 hari bertujuan untuk menjaga serta mengamankan penerimaan negara di bidang cukai. Juga untuk memberikan kelonggaran arus kas perusahaan. Direktur Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai Askolani menyampaikan, kebijakan penundaan pembayaran pita cukai 2024 merupakan satu paket langkah kebijakan, sejalan dengan adanya penyesuaian tarif pita cukai. Pemerintah memang telah memutuskan mengerek tarif cukai hasil tembakau (CHT) rerata sebesar 10% masing-masing untuk 2023 dan 2024. Namun ia menegaskan relaksasi ini tak akan mengganggu kinerja penerimaan CHT. Sebab, perpanjangan pembayaran pita cukai itu biasanya berlaku sampai Oktober setiap tahun. Setelah itu, waktu pelunasannya menjadi normal kembali, yakni dua bulan. "Sehingga tak mengganggu pencapaian penerimaan CHT setiap tahun. Tapi bisa bantu arus kas perusahaan sekitar delapan bulan setiap tahun," kata Askolani kepada KONTAN.
Untuk diketahui, relaksasi pelunasan pita cukai selama 90 hari ini telah diberikan pemerintah sejak tahun 2021 lalu. Saat itu, fasilitas ini diberikan untuk meringankan beban pelaku usaha akibat terdampak pandemi Covid-19. Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai Nirwala Dwi Heryanto menambahkan, fasilitas ini kembali diberikan dengan harapan bisa memperlonggar arus kas perusahaan atau pabrik untuk mendukung kelangsungan produksi. Sebab, terjadi penurunan produksi yang signifikan pada 2023 untuk jenis sigaret kretek mesin (SKM) sebesar 14,2% dan jenis sigaret putih mesin (SPM) turun 3,3%. Adapun pada 2023 pemanfaatan relaksasi ini telah dinikmati oleh 86 pabrik rokok dengan nilai cukai penundaan sebesar Rp 102,15 triliun. Pengamat Perpajakan Center of Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai, perusahaan kemungkinan masih membutuhkan pelonggaran arus kas jika sebagian beban cukai ditanggung pabrikan untuk menjaga penjualan. "Hal tersebut bisa dilihat dari beberapa pabrikan yang penjualannya terjaga tetapi laba kotornya menurun," kata dia.
Sumber : Kontan 05 Februari 2024
Saham | 07-10-2021 | 08-10-2021 | (+/-) |
---|---|---|---|
ASII | 5,700.00 | 5,900.00 | 3.389% |
BBCA | 35,800.00 | 36,450.00 | 1.783% |
UNVR | 4,830.00 | 4,760.00 | -1.47% |