Jumlah Emiten Tak Layak di Bursa Makin Banyak

Jumat, 02 Feb 2024

JAKARTA. Tahun lalu Bursa Efek Indonesia (BEI) kedatangan 79 emiten baru via penawaran umum perdana (IPO) dengan penggalangan dana Rp 54,1 triliun. "Penambahan 79 saham ini tertinggi sepanjang sejarah pasar modal Indonesia," kata Iman Rachman, Direktur Utama BEI, pada jumpa pers akhir tahun lalu. Menurutnya, Indonesia di urutan ke-6 dunia dari jumlah emiten baru. Dari sisi nilai penggalangan dana, Indonesia menempati urutan ke-9. BEI boleh saja menepuk dada dengan pencapaian tersebut. Namun, dari 914 emiten, tercatat 220 emiten atau 25% masuk dalam pemantauan khusus. Ada 11 penyebab emiten masuk kriteria itu. Mayoritas emiten yang masuk pemantauan khusus dikenakan kriteria nomor satu. Yakni harga rata-rata saham selama enam bulan terakhir kurang dari Rp 51 dan belum memenuhi free float. Nah, dari jumlah itu beririsan pula dengan emiten yang tidak memenuhi tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance (GCG) dan buruknya sisi kinerja keuangan. Ini tercermin dari kriteria nomor 2, 3, 5, 8 dan 9 (lihat tabel).

Kriteria itu antara lain laporan keuangan disclaimer, tidak membukukan pendapatan dan terjerat pailit. Secara umum, berdasarkan hitungan ada 75 emiten atau 8,2% dari total emiten yang kurang menerapkan GCG. I Gede Nyoman Yetna, Direktur Penilaian Perusahaan BEI berdalih bahwa BEI sudah ketat memantau emiten. BEI juga menyediakan papan pemantauan khusus sebagai salah satu upaya melindungi investor. "Diharapkan para pihak dapat mengetahui secara cepat mengenai kondisi perusahaan tercatat tersebut," kata Nyoman, Rabu (31/1). Pengamat Pasar Modal & Direktur Avere Investama, Teguh Hidayat menilai, jika kriteria emiten bermasalah diperluas, misalnya emiten saham yang masih rugi, jumlah emiten bermasalah, bisa lebih banyak. "Bisa ada dua dari lima saham di BEI bermasalah," kata dia ke KONTAN, Kamis (1/2). Artinya, 40% emiten di bursa masuk kategori yang disebut oleh Teguh. Teguh mencermati permasalahan muncul karena persyaratan IPO semakin mudah. Alhasil, perusahaan yang kinerjanya kurang bagus dan tidak menerapkan GCG bisa mudah masuk ke BEI. Oleh karena itu, Teguh menyarankan kepada manajemen BEI supaya memperketat aturan IPO. "Tidak hanya mengejar kuantitas, tapi juga kualitas emiten," kata dia. Budi Frensidy, Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia, juga berpendapat bahwa BEI masih mengejar emiten IPO daripada meningkatkan kualitas kinerja dari perusahaan tercatat. "Imbasnya, banyak perusahaan yang berfundamental jelek, ukuran perusahaan kecil dan prospek usaha suram masuk ke bursa." tandas dia.

Sumber : Kontan 02 Februari 2024

 


One Line News

Investalearning.com
Admin (Online)