JAKARTA. Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve dan Bank Indonesia (BI) kompak mempertahankan bunga acuan. Meski sesuai ekspektasi, pasar memberi respons negatif. Tercermin dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). IHSG menutup pasar dengan koreksi 0,29% ke 6.991,46 pada Kamis (21/9), setelah di zona merah hampir sepanjang perdagangan. Padahal hari sebelumnya (20/9) IHSG menembus level psikologis 7.000, tepatnya 7.011,68. Koreksi di bursa saham dan global merupakan respons sikap hawkish The Fed yang mengindikasikan masih ada kenaikan suku bunga di akhir tahun. The Fed juga memberi sinyal akan menerapkan kebijakan moneter lebih ketat dari yang diharapkan di 2024 nanti. "Pandangan The Fed mengenai outlook, terutama potensi perlambatan pertumbuhan ekonomi menjadi fokus pasar. Kemungkinan pidato itu memberi sentimen negatif," ujar Kepala Riset Phintraco Sekuritas Valdy Kurniawan. Equity Analyst Kanaka Hita Solvera, William Wibowo sepakat, pelemahan IHSG terseret profit taking dan sentimen hawkish Fed. "Tapi koreksi wajar, mengingat baru memasuki zona 7.000 di hari sebelumnya," ungkap William.Ia memprediksi, di sisa bulan September, IHSG di 6.900 - 7.100. Di jangka menengah, berpeluang koreksi ke 6.700 - 6.900. Walau, peluang kembali ke sekitar 7.000 masih ada. Valdy memandang posisi bank sentral membawa sentimen positif bagi saham-saham yang sensitif terhadap suku bunga. Kebijakan moneter relatif akomodatif, setidaknya belum ada pengetatan.
Pengamat Pasar Modal & Founder WH-Project William Hartanto melihat, belum ada rotasi sektor di pasar saham. Sehingga, dia menyarankan investor mencari momentum buy on weakness, dan mengingatkan lebih cermat jika ingin melakukan profit taking. (lihat tabel). Perencana Keuangan dan CEO Finansialku, Melvin Mumpuni mengatakan, investor perlu waspada dan hati-hati pada kenaikan suku bunga The Fed yang kemungkinan terjadi di November nanti Jika suku bunga The Fed naik, spread dengan suku bunga BI sama besar dan memicu arus keluar dana asing. Harga obligasi bisa turun. Di jangka pendek, Melvin menyarankan memilih obligasi jatuh tempo kurang dari 10 tahun dengan kupon sekitar 6%-7%. Melvin menyarankan investor memaksimalkan alokasi aset di saham berkinerja bagus dan terdiskon. "Saya masih optimistis, porsi saham yang lebih besar sampai akhir tahun ini." kata Melvin. Senior Vice President, Head of Retail, Product Research & Distribution Division Henan Putihrai Asset Management, Reza Fahmi Riawan mengatakan, alokasi saham bisa ditingkatkan, tapi yang berprospek jangka panjang. Obligasi bisa menjadi instrumen diversifikasi. Investor juga bisa mempertimbangkan emas dan aset safe haven sebagai perlindungan volatilitas pasar. Terakhir, investor harus memperhatikan profil risiko (lihat tabel).
Sumber : Kontan 22 September 2023
Saham | 07-10-2021 | 08-10-2021 | (+/-) |
---|---|---|---|
ASII | 5,700.00 | 5,900.00 | 3.389% |
BBCA | 35,800.00 | 36,450.00 | 1.783% |
UNVR | 4,830.00 | 4,760.00 | -1.47% |