Saham Pilihan Saat Rupiah Tertekan

Senin, 28 Aug 2023

JAKARTA. Pelemahan rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) dan potensi kenaikan suku bunga Federal Reserve membayangi kinerja sejumlah emiten. Ini terutama berlaku bagi yang punya porsi utang dollar besar. Sejak pertengahan bulan Agustus 2023, rupiah relatif parkir di area Rp 15.300-an. Per Jumat (26/8), rupiah bertengger di posisi Rp 15.295 per dollar AS. Kurs rupiah telah terdepresiasi 1,19% sejak awal Agustus. Financial Expert Ajaib Sekuritas Ratih Mustikoningsih mengatakan, kondisi eksternal turut memicu pelemahan rupiah. Bank Sentral di kawasan Eropa, Inggris dan AS diproyeksikan masih menetapkan suku bunga tinggi hingga akhir tahun 2023. Pelaku pasar juga mencermati pernyataan Ketua The Fed, Jerome Powell dalam forum Jackson Hole Symposium (26/8) yang masih bernada hawkish. "Nada tersebut jadi sentimen negatif untuk rupiah karena spread suku bunga BI dan The Fed berpotensi 0%," ujar Ratih, kemarin. Research & Consulting Manager Infovesta Utama Nicodimus Kristiantoro mengatakan, ekspektasi kenaikan suku bunga The Fed membuat investor melepas aset-aset seperti saham dan obligasi dan masuk ke safe haven yakni dollar AS. Analis Saham Rakyat by Samuel Sekuritas Billy Halomoan menimpali, kondisi ini berpotensi menyeret kurs rupiah hingga ke Rp 15.400-an per dollar AS. Dampaknya bisa merembet ke saham emiten yang punya sensitivitas terhadap perubahan kurs. Seperti emiten yang punya utang dollar AS dalam jumlah besar.

Misalnya, sektor telekomunikasi, properti, serta sejumlah emiten barang konsumsi. Kondisi nilai tukar dan posisi suku bunga tinggi bisa mendongkrak beban keuangan. Contoh emiten yang bisa terdampak adalah EXCL, ISAT, TLKM, ASRI, LPKR, MDLN, APLN. Begitu juga ICBP, GJTL, dan GIAA. Untuk mengatasi risiko, beberapa emiten menerapkan hedging dalam bentuk call spread option seperti yang dilakukan ASRI dan LPKR.Volatilitas kurs juga bisa menekan emiten yang mengandalkan bahan baku impor. Contohnya MAPI, ERAA, KLBF, KAEF, dan ASII. Nico melihat emiten sebaiknya mulai mengurangi eksposur utang dollar AS. Misalnya dengan beralih ke utang obligasi dalam bentuk rupiah. Kendati emiten-emiten ini dibayangi risiko kurs, namun, ada beberapa perusahaan yang dinilai masih cukup kuat menahan dampak volatilitas nilai tukar. Nico masih memberi rekomendasi beli INDF dengan resistance terdekat Rp 7.275, ASRI target harga Rp 190, dan GJTL pada resistance Rp 940. Sedangkan Billy menyoroti saham telekomunikasi yang sekalipun punya utang dollar AS cukup besar, tapi kinerja keuangannya masih sehat. Di sektor ini Billy menjagokan saham ISAT dan EXCL. Analis NH Korindo Sekuritas Indonesia Leonardo Lijuwardi mengingatkan, emiten sektor teknologi juga akan terkena dampak jika suku bunga makin tinggi disertai fluktuasi nilai Walhasil, di situasi ini Leonardo cenderung menjagokan saham perbankan yaitu BMRI dengan target harga Rp 6.750, BBCA dengan target harga Rp 10.200, BBNI dengan target Rp 12.000, dan BBRI Rp 6.000 per saham.

Sumber : Kontan 28 Agustus 2023


One Line News

Investalearning.com
Admin (Online)