Kinerja Tergelincir, Kalbe Farma Pertahankan Prospek Bisnis

Selasa, 16 Aug 2022

JAKARTA – PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) menghasilkan kinerja sedikit lebih rendah dari konsensus analis, dengan meraih laba bersih kuartal II-2022 mencapai Rp 802 miliar, yang membawa pendapatan kumulatif menjadi Rp 1,6 triliun. Meskipun demikian, tim riset RHB Sekuritas mempertahankan rekomendasi Netral untuk KLBF dengan target harga baru Rp 1.740.

 

“Target harga kami mencakup premi ESG 8%, tertinggi di seluruh konter layanan kesehatan di bawah cakupan kami. Terutama karena praktik tata kelola KLBF yang terpuji. Perlu dicatat bahwa perusahaan telah menjadi salah satu penggerak pertama dalam hal penerbitan laporan keberlanjutan,” tegas tim riset RHB Sekuritas dalam publikasi terbaru. Selama semester I-2022, KLBF membukukan pendapatan Rp 13,9 triliun (naik 12,2% YoY), di bawah perkiraan analis dan konsensus 2022 yakni sekitar 48% dan 47%. Perusahaan melakukan peningkatan harga jual rata-rata (ASP) sekitar 3-5% di kuartal II-2022, menyusul penyesuaian harga 3-5% sebelumnya di kuartal I-2022. Selama dua kuartal, KLBF mencatat pendapatan Rp 6,9 triliun (turun 2,2% secara kuartalan, naik 7,9% secara tahunan). Hal ini terutama berasal dari pertumbuhan yang kuat dalam produk kesehatan konsumen, di mana segmen ini menghasilkan penjualan kuartalan sebesar Rp 1,1 triliun (naik 12,7% secara kuartalan, tumbuh 16,2% secara tahunan), tertinggi sepanjang masa untuk segmen kesehatan konsumen. “Kami percaya, pertumbuhan ini sebagian didukung oleh pola musiman selama periode puasa. Selain itu, kami percaya, mungkin ada permintaan yang lebih tinggi dari produk yang dijual bebas atau OTC, karena bukti anekdotal menunjukkan sejumlah besar orang lebih memilih untuk mengobati sendiri selama periode meningkatnya kasus Covid-19,” kata tim riset RHB Sekuritas. Tim riset mengungkapkan, pihaknya berhati-hati terhadap prospek kuartal III-2022 karena potensi permintaan yang lebih rendah dari pola musiman dan daya beli yang lebih lemah dari periode hiperinflasi sekarang. “Margin mungkin berkerut, karena persaingan yang ketat dapat membatasi kemampuan KLBF untuk meneruskan kenaikan biaya melalui kenaikan ASP,” ujar analis. RHB Sekuritas mencatat, KLBF telah melakukan dua kali kenaikan harga pada produk-produk selektif segmen kesehatan. Meskipun sebagian dianggap sebagai perusahaan konsumsi, tim analis masih mempertahankan preferensi KLBF sebagai pemain bahan pokok konsumsi. “Kami pikir ekspansi margin harus lebih menonjol di kuartal III-2022 untuk perusahaan semacam itu. Harga sejumlah komoditas yang terkait dengan KLBF, seperti minyak, gula, dan susu skim, cenderung turun namun masih tetap tinggi. Depresiasi rupiah baru-baru ini juga akan menekan margin, mengingat 60% dari biaya KLBF terkait dengan dolar. Kami memahami bahwa setiap 1% perubahan dalam dolar AS/rupiah, berarti 2% dalam perubahan pendapatan,” jelas analis. RHB Sekuritas juga menunggu rincian lebih lanjut tentang rencana akuisisi Aventis Pharma. Aksi korporasi ini diproyeksi dapat membantu mempercepat fondasi KLBF dalam memperkuat kapabilitas produk dan mendukung pertumbuhan, terutama di bisnis farmasi dan kesehatan konsumen. Rincian lain akuisisi seperti jumlah transaksi dan penilaian, masih belum diumumkan saat ini. Transaksi ini diharapkan selesai pada kuartal IV-2022, dengan isu pendanaan diperkirakan hanya menimbulkan dampak minimal, sebab KLBF berada dalam posisi kas bersih Rp 3,5 triliun pada semester I-2022.

Sementara itu berdasarkan riset terbaru CGS CIMB Sekuritas, emiten sektor kesehatan KLBF bisa mendongkrak penjualan naik 10-12% tahun ini, didorong oleh beberapa efisiensi biaya meskipun marjin laba kotor (gross profit margin/GPM) masih menurun. Analis CGS CIMB Sekuritas Patricia Gabriela mengatakan, Kalbe Farma berpotensi meraih kinerja yang meningkat tahun ini. Perseroan diuntungkan dengan rencana vaksin booster Covid-19 dan hasilnya akan terlihat dalam beberapa bulan mendatang. “Hasil kinerja kuartal IV-2021 kemungkinan sejalan dengan target. Penjualan tumbuh dua digit, dan jumlah kasus Covid-19 di Indonesia terkendali pada kuartal IV tahun lalu. Pada 2022, aktivitas ekonomi pulih dan perusahaan bisa meningkatkan kinerja bisnisnya,” papar Patricia dalam risetnya di Jakarta, belum lama ini. Patricia memproyeksikan pertumbuhan dua digit selama dua tahun berturut-turut pada 2021 dan 2022. “Pertumbuhan penjualan Kalbe Farma melambat ke satu digit rendah, pada CAGR 5,3% pada 2015-2020,” ujar dia. Namun, ini harus berbalik, karena perusahaan telah memandu untuk satu tahun lagi ekspansi penjualan dua digit pada 2022. CGS CIMB memproyeksikan pertumbuhan hingga 10%. “Kami memperkirakan penjualan apotek akan meningkat sekitar 10% didukung oleh masuknya lebih banyak obat generik tidak bermerek dalam program perawatan kesehatan universal di Indonesia sejak Februari 2021,” tegas dia. CGS CIMB juga memproyeksikan penjualan distribusi naik 12% dibanding estimasi 2021 sebesar 20%, karena layanan digitalnya di sistem pemesanan elektronik mobile (Electronic Mobile Order System/EMOS). Sementara itu, analis memperkirakan penjualan produk kesehatan dan nutrisi konsumen akan tumbuh hingga 8%. “Kontraksi marjin laba bersih (GPM) masih tak terelakkan karena perusahaan masih belum nyaman dengan kekuatan harganya. Kami berasumsi GPM sepanjang 2022 turun 0,9% yoy menjadi 42,2%,” kata Patricia. Terlepas dari itu, Kalbe Farma mempertahankan targetnya untuk menjaga marjin penjualan (EBIT/sales) tetap stabil. Oleh karena itu, analis memperkirakan margin EBIT sepanjang 2022 sebesar 15,5%, flat yoy. Hal ini akan menghasilkan pertumbuhan laba bersih tahun ini sebesar 12% yoy. “Pengembangan vaksin membutuhkan waktu lebih lama dari yang diharapkan perkiraan sepanjang 2022, kami tidak mendukung vaksin Covid-19, sejalan dengan panduan perusahaan,” ungkap dia. Menurut Patricia, dengan target harga saham KLBF yang lebih tinggi saat ini diperdagangkan pada 0,5 kali di bawah rata-rata 3 tahun, menawarkan pertumbuhan laba bersih sekitar 12-14% untuk periode 2021-2022. Oleh karena itu, analis mempertahankan rekomendasi beli dengan target harga lebih tinggi sebesar Rp 1.950, berdasarkan 26 kali untuk tahun 2022, rata-rata 3 tahun. “Penjualan vaksin Covid-19 yang lebih tinggi dari perkiraan adalah katalis penilaian ulang yang potensial. Risiko penurunan utama adalah pertumbuhan laba bersih yang lebih lambat,” tandas dia.

 

Sumber: Investor Daily (16 Agustus 2022)


One Line News

Investalearning.com
Admin (Online)