Awal bulan depan, PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. (TPIA) bakal meminta restu rencana aksi pemecahan nilai nominal saham alias stock split. Manuver tersebut menambah panjang aksi lincah entitas Grup Barito Pacific itu sepanjang tahun berjalan 2022.
TPIA bakal menggelar rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) pada 5 Agustus 2022. Dalam rapat itu, TPIA bakal membahas dua mata acara. Pertama, persetujuan stock split dengan rasio 1:4. Kedua, persetujuan perubahan susunan pengurus perseroan. Dengan rencana stock split itu, nilai nominal saham TPIA bakal berubah dari Rp200 menjadi Rp50 per saham. Sebagai gambaran, harga saham TPIA di pasar sekunder akan berubah dari Rp9.600 menjadi sekitar Rp2.400 per saham. Aksi serupa pernah ditempuh TPIA pada November 2017. Kala itu, perseroan mendapat restu pemegang saham untuk stock split dengan rasio 1:5 atau dari nilai nominal saham Rp1.000 per saham dipecah menjadi Rp200 per saham. Analis menilai aksi korporasi TPIA bakal direspons pasar dengan baik. Head of Research Jasa Utama Capital Sekuritas Cheril Tanuwijaya melihat, rencana stock split ini merupakan kali kedua bagi TPIA. “Jika melihat historical, responsnya baik ya dari pasar setelah dilakukan stock split,” ujarnya, Senin (18/7). Dengan data historis itu, Cheril merekomendasikan beli saham TPIA dengan target price (TP) di level Rp10.400 per saham. Selain stock split, TPIA juga melakukan aksi korporasi lain seperti penawaran obligasi. Saat ini, emiten produsen petrokimia itu melakukan Penawaran Umum Berkelanjutan (PUB) Obligasi Berkelanjutan IV Chandra Asri Petrochemical tahap I tahun 2022 hingga Rp2 triliun. Rencana penerbitan obligasi ini merupakan bagian dari PUB obligasi berkelanjutan IV Chandra Asri Petrochemical dengan target dana yang dihimpun sebesar Rp8 triliun.
“Dana bersih yang diperoleh dari hasil obligasi ini akan digunakan seluruhnya untuk keperluan modal kerja, termasuk di antaranya pembelian bahan baku produksi, dan biaya operasional untuk kegiatan usaha,” tulis manajemen Chandra Asri. Obligasi yang akan diterbitkan TPIA ini terdiri dari tiga seri, yaitu obligasi Seri A dengan tenor 5 tahun, Seri B bertenor 7 tahun, dan Seri C dengan tenor 10 tahun. Emiten milik Prajogo Pangestu itu telah memperoleh hasil pemeringkatan atas surat utang jangka panjang obligasi dari PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefi ndo) idAA-. Selain obligasi, perburuan dana TPIA juga dilakukan melalui fasilitas perbankan. Baru-baru ini, TPIA mengantongi fasilitas pinjaman 10 tahun senilai US$100 juta dari PT Bank OCBC NISP Tbk. (NISP). Chief Financial Officer Chandra Asri Andre Khor mengatakan perseroan sangat antusias untuk memperluas dan meningkatkan hubungannya dengan Bank OCBC NISP. “Komitmen bank untuk kemitraan jangka panjang dan pemahaman mendalam tentang model bisnis nasabah adalah bukti komitmen mereka terhadap keberlanjutan, dengan fokus pelanggan yang kuat,” kata Andre dalam keterangan resmi, Kamis (7/7). Direktur Bank OCBC NISP Martin Widjaja mengatakan pinjaman itu diberikan OCBC NISP untuk memfasilitasi pertumbuhan bisnis industri petrokimia Indonesia. Menurutnya, pembiayaan yang diberikan oleh OCBC NISP adalah bagian dari komitmen OCBC NISP untuk mendukung Chandra Asri agar dapat berkesinambungan mengembangkan bisnisnya. “Kerja sama strategis ini merupakan langkah awal yang baik untuk kedua belah pihak,” tutur Martin. Dia melanjutkan, sebagai mitra perbankan, OCBC NISP berharap dapat memberikan layanan keuangan yang terintegrasi dan komprehensif, untuk mendukung TPIA agar tetap menjadi produsen petrokimia terintegrasi dan terbesar di Indonesia.
Di tengah pencarian modal dan aksi korporasi, TPIA juga menjalin kolaborasi dengan mitra strategis. Salah satunya, Sinar Mas Land. Kali ini, TPIA dan entitas bisnis properti Grup Sinar Mas itu berkerja sama untuk aplikasi aspal menggunakan campuran sampah plastik kresek sepanjang 3,8 kilometer atau 56.138 meter persegi di BSD City. Selain pembangunan infrastruktur, proyek yang akan digarap mulai 18 Juli 2022 hingga akhir tahun ini bertujuan untuk peningkatan kualitas jalan serta implementasi ekonomi sirkular untuk kelestarian lingkungan. Kerja sama TPIA dan Sinar Mas Land bukan pertama kalinya. Tahun lalu, keduanya telah menerapkan proyek serupa di kawasan barat BSD City dengan luas 15.518 meter persegi dan mengelola setidaknya 5,37 ton sampah plastik. Direktur Legal, External Affairs & Circular Economy Chandra Asri, Edi Rivai mengatakan, kerja sama ini akan terus dilakukan sebagai salah satu upaya pengelolaan sampah plastik berkelanjutan. “Kami juga akan terus proaktif mendorong kemitraan dan partisipasi multipihak dalam pembangunan aspal plastik sebagai upaya mengatasi permasalahan sampah, khususnya sampah plastik, di Indonesia,” ujar Edi dalam keterangan resmi. Sejak 2018, TPIA tercatat telah membangun infrastruktur jalan menggunakan aspal dengan campuran sampah plastik, dengan total mencapai 50,8 kilometer. Di sisi kinerja keuangan, TPIA membukukan kenaikan pendapatan bersih 13% menjadi US$677,7 juta dari US$598,4 juta pada kuartal I/2021 sebagai akibat dari harga jual rata-rata yang lebih tinggi di semua produk. Pada saat yang sama, beban pokok pendapatan TPIA naik lebih tinggi sebesar 45% secara tahunan dari US$450,8 juta menjadi menjadi US$652,7 juta. Lonjakan itu dipicu oleh harga bahan baku rata-rata yang lebih tinggi dengan naphtha US$856 per ton dibandingkan dengan rata-rata US$534 per ton pada kuartal I/2021.
Naphtha yang makin mahal dilatarbelakangi oleh kenaikan 66% harga minyak mentah Brent selama kuartal I/2022 dengan rata-rata US$101 per barel berbanding rata-rata US$61 per barel pada kuartal I/2021. Selain itu, margin petrokimia yang lebih ketat dan lingkungan makro yang menantang mengakibatkan EBITDA Perseroan turun menjadi US$24,1 juta dari US$146,7 juta pada periode yang sama tahun lalu. Imbasnya, selama kuartal I/2022 perseroan mencatat rugi bersih sebesar US$11,1 juta dibandingkan dengan US$84,5 juta pada kuartal I/2021. “Kinerja kami selama kuartal pertama 2022 sebagian besar dipengaruhi oleh perang Rusia-Ukraina. Ketegangan geopolitik memicu harga minyak mentah melonjak hingga lebih dari US$100 per barel, yaitu sekitar 25%lebih tinggi kuartal-ke-kuartal dibanding kuartal IV/2021 dan sekitar 66% lebih tinggi dibanding kuartal I/2021,” papar Direktur Chandra Asri Petrochemical Suryandi. Dari kacamata lembaga pemeringkatan, analis Pefindo Niken Indriarsih dan Kresna Wiryawan mengatakan peringkat TPIA dapat meningkat apabila profil bisnis perseroan menguat secara signifikan dan menghadirkan produk yang lebih baik ke pasar yang terdiversifikasi. Kondisi itu, lanjutnya, dapat memitigasi volatilitas margin saat struktur permodalan tetap konservatif. Menurutnya, industri petrokimia memiliki eksposur yang tinggi terhadap permintaan dan pasokan global, serta perubahan harga bahan baku. “Harga naphtha sebagai bahan baku utama bervolatilitas dan terkait erat dengan harga minyak mentah. Lonjakan harganya tidak bisa sepenuhnya dan secara instan diteruskan ke produk petrokimia karena masing-masing memiliki dinamika pasar tersendiri,” paparnya dalam laporan akhir Mei 2022. Pefindo juga menyoroti risiko pendanaan dari proyek CAP II yang sedang dimatangkan oleh TPIA. Proyek bernilai US$5 miliar itu dinilai memiliki risiko berupa agenda proyek yang tidak sesuai jadwal dan pembengkakan biaya, terutama sejalan dengan kenaikan harga komoditas.
Sumber: Bisnis Indonesia (19 Juli 2022)
Saham | 07-10-2021 | 08-10-2021 | (+/-) |
---|---|---|---|
ASII | 5,700.00 | 5,900.00 | 3.389% |
BBCA | 35,800.00 | 36,450.00 | 1.783% |
UNVR | 4,830.00 | 4,760.00 | -1.47% |