JAKARTA. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mentok di level 5% selama hampir satu dekade Presiden Joko Widodo (Jokowi) memimpin Indonesia. Bahkan, mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS), selama sembilan tahun terakhir Jokowi berkuasa (2015- 2023), rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional hanya 4,12%. Angka ini lebih rendah daripada rata-rata pertumbuhan ekonomi era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2014) yang sebesar 5,72%. Sejatinya, pemerintahan Presiden Jokowi menempuh sejumlah strategi untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bilang, pemerintah berupaya mendorong pertumbuhan dengan menurunkan Incremental Capital-Output Ratio (ICOR) Indonesia. ICOR merupakan salah satu parameter yang dapat menunjukkan tingkat efisiensi investasi di suatu negara. Semakin kecil angka ICOR, biaya investasi yang harus dikeluarkan semakin efisien juga untuk menghasilkan output tertentu. Data Maret 2023 menunjukkan ICOR Indonesia di angka 7,6. "Kalau bisa kami turunkan ICOR ke 4, maka pertumbuhan ekonomi bisa di kisaran 6% hingga 7%," jelas Airlangga, Selasa (6/2). Untuk menekan ICOR, pemerintah bisa menggenjot pembangunan infrastruktur. Meski Airlangga tak menampik bahwa pembangunan infrastruktur akan memakan waktu lama. Hanya saja, saat semua fasilitas infrastruktur sudah terbangun, maka Indonesia akan memiliki ekosistem logistik yang baik sehingga pertumbuhan ekonomi Indonesia akan makin baik. "Makanya, kami bisa menggenjot pertumbuhan ekonomi dengan perbaikan ICOR," ucap Airlangga.
Transformasi struktural
Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menilai, salah satu upaya untuk meningkatkan perekonomian adalah menggenjot investasi. Selama ini kontributor utama produk domestik bruto (PDB) Indonesia masih berasal dari konsumsi rumah tangga dengan persentase lebih dari 50%. Menurut dia, apabila ekonomi terus bertumpu pada konsumsi dalam negeri, maka pertumbuhan tidak akan maksimal. "Jika dari konsumsi rumah tangga kan pertumbuhan stabil saja di kisaran 5%, sesuai pertumbuhan jumlah penduduk dan daya beli masyarakat. Makanya pemerintah harus menggenjot investasi," imbuh David.Untuk memperbaiki ICOR, pemerintah sejatinya bukan hanya menggenjot infrastruktur. Upaya lain yang penting adalah transformasi struktural dan institusi yang mengurusi investasi. "Ini lebih penting selain infrastruktur. Karena ICOR kan ukuran efisiensi dan produktivitas. Agar efisiensi meningkat, ongkos biaya produksi bisa diturunkan, kemudahan perizinan, hingga kepastian hukum. Dengan begitu, kepercayaan dunia usaha luar dan dalam negeri kian meningkat," ujar David. Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai, pemerintah perlu bekerja keras untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Perlu kebijakan dalam jangka panjang, termasuk kepastian hukum, regulasi, pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) hingga isu-isu sosial. Kebijakan hilirisasi juga perlu dilanjutkan dengan sejumlah catatan. "Saat ini belum didukung local value chain besar," ujar Josua.
Sumber : Kontan 07 Februari 2024
Saham | 07-10-2021 | 08-10-2021 | (+/-) |
---|---|---|---|
ASII | 5,700.00 | 5,900.00 | 3.389% |
BBCA | 35,800.00 | 36,450.00 | 1.783% |
UNVR | 4,830.00 | 4,760.00 | -1.47% |