JAKARTA. Pemerintah dan parlemen kemarin mengesahkan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024. Melihat ekonomi global yang masih tak pasti, pemerintah diminta mewaspadai sejumlah faktor yang bisa mengacaukan kalkulasi anggaran negara, terutama pergerakan harga minyak mentah global. Jika harga minyak terus menanjak, APBN bisa terbebani oleh pembengkakan anggaran subsidi energi pada 2024. Pada Kamis (21/9), harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman November 2023 di posisi US$ 89,29 per barel, sudah naik 12% dalam sebulan terakhir. Harga minyak Brent juga sudah menyentuh US$ 93,53 per barel. Masih ada potensi kenaikan harga minyak. Mengacu data Trading Economics, harga minyak mentah global jenis Brent diperkirakan terus menguat hingga US$ 99 per barel pada kuartal keempat tahun ini. Harga ini masih akan menanjak ke US$ 101,6 pada kuartal I-2024 dan menjadi US$ 104,2 di kuartal II2024. Proyeksi itu tak lepas dari ketatnya pasokan minyak mentah global. Arab Saudi, salah satu produsen minyak terbesar dunia, berkomitmen memangkas produksi 1 juta barel per hari mulai pertengahan tahun ini hingga 2024. Indonesia memang sudah berancang-ancang. Pemerintah memasang target minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) 2024 sebesar US$ 82 per barel. Asumsi ini naik dari usulan awal US$ 80 per barel. Adapun outlook ICP 2023 ditetapkan US$ 78 per barel, turun dari target awal US$ 90 per barel. Jika harga minyak terus menanjak, tak menutup kemungkinan hal itu akan merongrong APBN tahun depan.
Pergerakan harga minyak selalu menampilkan dua sisi berlawanan. Mengacu analisis sensitivitas RAPBN 2024 terhadap perubahan asumsi dasar ekonomi makro, setiap kenaikan ICP US$ 1 per barel akan menyumbang tambahan pendapatan negara Rp 3,6 triliun. Namun di saat bersamaan, belanja negara juga menanjak Rp 10,1 triliun. Alhasil, setiap kenaikan ICP berpotensi menyumbang defisit anggaran Rp 6,5 triliun. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui, harga minyak dunia ke depan tidak bisa diprediksi. Dalam tiga pekan terakhir saja, harga minyak jenis Brent sudah naik hingga 11%. "Ke depan tidak ada yang tahu mengenai proyeksi (harga minyak)," kata Menkeu, Selasa (19/9). Kepala Pusat Kebijakan APBN Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemkeu Wahyu Utomo mengklaim, dampak kenaikan harga minyak global terhadap ICP masih terkendali. Hal itu tecermin dari realisasi APBN yang masih mencetak surplus hingga Agustus 2023. Namun, "Peningkatan ICP saat ini perlu dicermati apakah masih dalam kisaran yang sama atau ada deviasi," tutur Wahyu, Kamis (21/9).
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah menyebut, asumsi ICP sebesar US$ 82 per barel pada 2024 sudah mempertimbangkan keputusan sejumlah negara OPEC yang akan mengurangi produksi minyak bumi karena faktor geopolitik dan dampak perlambatan ekonomi China. Pemerintah dan DPR sepakat mengerek target lifting minyak dari rencana semula 625.000 barel per hari menjadi 635.000 barel per hari. Ekonom Indef M Rizal Taufikurahman meramal, rerata ICP tahun depan US$ 85 per barel, lebih tinggi dari asumsi 2024. "(APBN) pastinya akan jebol karena ICP di atas target APBN 2024," estimasi dia. Maka itu, ia meminta pemerintah memitigasi sejak awal. Apalagi tahun depan adalah tahun politik, yang erat kaitannya dengan konsumsi rumah tangga yang sangat masif. Di tahun politik, pemerintah tentu enggan mengerek harga BBM subsidi. Alhasil, beban anggaran semakin berat. Rizal bilang, lonjakan harga minyak mentah juga akan mengerek laju inflasi dan nilai tukar sehingga akan mempengaruhi konsumsi masyarakat. Dus, target pertumbuhan ekonomi 2024 yang dipatok 5,2% bisa saja meleset.
Sumber : Kontan 22 September 2023
Saham | 07-10-2021 | 08-10-2021 | (+/-) |
---|---|---|---|
ASII | 5,700.00 | 5,900.00 | 3.389% |
BBCA | 35,800.00 | 36,450.00 | 1.783% |
UNVR | 4,830.00 | 4,760.00 | -1.47% |