Ekspor Melemah, Surplus Neraca Dagang Bakal Turun

Senin, 16 Jan 2023

JAKARTA, ID – Neraca perdagangan Indonesia pada Desember 2022 diperkirakan surplus US$ 4,76 miliar atau lebih rendah dibandingkan surplus pada November 2022 yang sebesar US$ 5,16 miliar. Penurunan neraca dagang ini disebabkan oleh lesunya kinerja ekspor akibat penurunan harga komoditas dan pelemahan permintaan global. Adapun Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan kinerja neraca perdagangan Desember 2022 pada hari ini, Senin (16/1/2023). “Permintaan global terus melemah seiring dengan berlanjutnya pengetatan moneter global,” jelas Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman dalam keterangan resmi yang dikutip, Sabtu (14/1/2023). Ekspor Desember 2022 diperkirakan terkontraksi sebesar minus 0,24% dibandingkan bulan sebelumnya. Namun, secara tahunan ekspor masih tumbuh sebesar 7,62% (yoy) atau menguat dibandingkan November 2022 yang sebesar 5,58% (yoy).

“Harga batu bara turun sementara harga CPO relatif datar pada Desember 2022 dibandingkan bulan sebelumnya. Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Tiongkok, mitra dagang terbesar Indonesia, terus menurun dari 49,4% pada November 2022 menjadi 49,0% pada Desember 2022,” kata dia. Sementara itu, ia memperkirakan impor Indonesia pada Desember 2022 tumbuh sebesar 1,82% dibandingkan bulan sebelumnya, yang didorong oleh permintaan domestik yang membaik, sejalan dengan peningkatan PMI manufaktur, mobilitas masyarakat, dan permintaan musiman di akhir tahun, yang membayangi penurunan harga minyak. “Namun, secara tahunan impor terkontraksi sebesar minus 9,58% atau lebih dalam dari kontraksi pada November 2022 sebesar minus 1,89%, di tengah base effect yang tinggi dari Desember 2021,” imbuhnya. Dengan demikian, Faisal menyebut pada tahun ini neraca transaksi berjalan akan menjadi defisit yang masih dapat dikelola yakni sebesar 1,10% terhadap produk domestik bruto (PDB), dari perkiraan surplus sebesar 1,05% terhadap PDB pada 2022. “Kami melihat pertumbuhan ekspor akan melambat karena harga komoditas yang menurun, terutama batu bara dan IHK, didorong oleh permintaan global yang lesu di tengah meningkatnya risiko perlambatan ekonomi global,” kata dia.

 Meski menurun, surplus neraca dagang bisa bertahan lebih lama sebelum berubah menjadi defisit. Pasalnya, penurunan harga komoditas akan lebih bertahap setelah Tiongkok membuka kembali perekonomian. Namun, untuk pertumbuhan impor pada 2023 terlihat melemah dari pertumbuhan impor 2022 karena harga minyak yang lebih rendah dan antisipasi penurunan ekspor sebagian bahan baku untuk memproduksi barang ekspor yang diperoleh dari impor. “Pertumbuhan impor akan lebih tinggi dari pertumbuhan ekspor pada 2023 karena permintaan domestik akan terus menguat, menyusul pencabutan PPKM pada akhir 2022 dan keputusan untuk melanjutkan proyek strategis nasional,” jelas dia.

Sumber: Investor Daily, 16 Januari 2023


One Line News

Investalearning.com
Admin (Online)